Defluorinate

Defluorinate adalah pengurangan kandungan flour pada pakan agar tidak meracuni ternak. Konsentrasi flour dalam tubuh terbesar terdapat pada tulang dan gigi. Fluor merupakan zat mineral yang dapat berguna bagi tubuh atau sifatnya yang beracun sangat bergantung dari jumlah flour yang ada dlam tubuh ternak itu sendiri daan jumlah yang dikonsumsi oleh ternak. Jumlah flour yang aman agar tidak menyebabkan toksik adalah 1 ppm dalam air minum, atau dibawah 10 ppm dari jumlah bahan kering ransum. Pemberian 20 mg per kg bahan kering atau lebih menyebabkan suatu kondisi yang disebut fluorosis dimana gigi timbul bercak-bercak putih seperti kapur (’mottled”), enamel mengalami korosi, dan gusi rusak sehingga lubang pulpa kelihatan, gigi dapat juga menjadi tidak beraturan oleh karena adanya tekanan selama mengunyah, peka terhadap air dingin dan menyebabkan hilangnya nafsu makan (Tillman, 1998). Kelainan tulang dan sendi juga terjadi dengan tonjolan-tonjolan pada tulang panjang (exotosis). Biasanya bila sapi makan bahan makanan yang mengandung lebih dari 30 ppm flour akan terdapat gejala-gejala klinis dari fluorosis gigi. Gigi akan kehilangan emailnya dan berbintik, keausan yang tidak merata dan dapat menjadi busuk, dan yang lebih penting adalah gangguan dalam metabolisme energi.

Fluor merupakan salah satu dari halogen yang essensial untuk hidup, sehat, dan reproduksi untuk hewan dan manusia. Banyaknya dalam tubuh biasanya sebanding dengan Fe. Sumber fluor ini adalah hampir semua makanan mengandung 0,2 – 1,5 ppm, bahan makanan dari laut 5 – 15 ppm, daun teh dalam cangkir 0,1 mg. Fluor dibutuhkan untuk pertumbuhan, fertilitas, mencegah anemia, hamil (rodensia) , untuk gigi terutama selama perkembangan (Linder, 1992). Flour adalah racun yang akumulatif sehingga gejala keracunan terjadi dalam waktu yang lama. Bahaya keracunan ini adalah air minum yang mengandung flour atau pemberian pakan dnegan fosfar dari karang yang mengandung F pada hewan. Dibeberapa negara jumlah flour yang diperbolehkan ada dalam fosfat yang berasal dari batu karang dibatasi oleh peraturan. Di Amerika suplemen mineral yang dijual kandungan flournya tidak boleh melebihi 0,30 % untuk sapi, 0,35 % untuk domba, 0,45 % untuk babi, dan 0,6 % untuk unggas (Cullison, 1975).

Campuran mineral yang mengandung lebih dari 0,3% F berbahaya untuk semua ternak. Kelebihan fluor lebih menjadi perhatian daripada defisiensinya karena kadarnya yang tinggi (3-4 %) di tanah-tanah yang mengandung sumber-sumber phosphate alami. Bila jumlah fluor yang dimakan melebihi dari yang dapat disimpan dalam tulang atau yang dapat dikeluarkan dalam urine, makan fluor akan bergabung dengan satu atau lebih enzim yang ikut dalam siklus Kreb, sehingga mengganggu metabolisme energi. Pengaruh fluor adalah kumulatif, jadi penggunannya dalam makanan dalam jumlah kecil dan dalam waktu yang lama dapat meimbulkan pengaruh-pengaruh toksik. Prosedur defluorinate adalah perlu untuk membuat mineral tersebut aman dalam penggunannya sebagai mineral tambahan.

*Review by Edi Prayitno, S.Pt

DAFTAR PUSTAKA

Cullison, A.E. 1979. Feed and Feeding. Publishing Company, INC. USA

Linder, M.C. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Universitas Indonesia Press, Jakarta

Murtidjo. 1995. Kamus Istilah Peternakan. Kanisius. Yogyakarta

Tillman Alen D, Hartadi Hari, Reksohadiprodjo Soedomo, Prawirokusumo Soeharto dan Lebdosoekojo Soekanto, 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

0 Responses

Defluorinate adalah pengurangan kandungan flour pada pakan agar tidak meracuni ternak. Konsentrasi flour dalam tubuh terbesar terdapat pada tulang dan gigi. Fluor merupakan zat mineral yang dapat berguna bagi tubuh atau sifatnya yang beracun sangat bergantung dari jumlah flour yang ada dlam tubuh ternak itu sendiri daan jumlah yang dikonsumsi oleh ternak. Jumlah flour yang aman agar tidak menyebabkan toksik adalah 1 ppm dalam air minum, atau dibawah 10 ppm dari jumlah bahan kering ransum. Pemberian 20 mg per kg bahan kering atau lebih menyebabkan suatu kondisi yang disebut fluorosis dimana gigi timbul bercak-bercak putih seperti kapur (’mottled”), enamel mengalami korosi, dan gusi rusak sehingga lubang pulpa kelihatan, gigi dapat juga menjadi tidak beraturan oleh karena adanya tekanan selama mengunyah, peka terhadap air dingin dan menyebabkan hilangnya nafsu makan (Tillman, 1998). Kelainan tulang dan sendi juga terjadi dengan tonjolan-tonjolan pada tulang panjang (exotosis). Biasanya bila sapi makan bahan makanan yang mengandung lebih dari 30 ppm flour akan terdapat gejala-gejala klinis dari fluorosis gigi. Gigi akan kehilangan emailnya dan berbintik, keausan yang tidak merata dan dapat menjadi busuk, dan yang lebih penting adalah gangguan dalam metabolisme energi.

Fluor merupakan salah satu dari halogen yang essensial untuk hidup, sehat, dan reproduksi untuk hewan dan manusia. Banyaknya dalam tubuh biasanya sebanding dengan Fe. Sumber fluor ini adalah hampir semua makanan mengandung 0,2 – 1,5 ppm, bahan makanan dari laut 5 – 15 ppm, daun teh dalam cangkir 0,1 mg. Fluor dibutuhkan untuk pertumbuhan, fertilitas, mencegah anemia, hamil (rodensia) , untuk gigi terutama selama perkembangan (Linder, 1992). Flour adalah racun yang akumulatif sehingga gejala keracunan terjadi dalam waktu yang lama. Bahaya keracunan ini adalah air minum yang mengandung flour atau pemberian pakan dnegan fosfar dari karang yang mengandung F pada hewan. Dibeberapa negara jumlah flour yang diperbolehkan ada dalam fosfat yang berasal dari batu karang dibatasi oleh peraturan. Di Amerika suplemen mineral yang dijual kandungan flournya tidak boleh melebihi 0,30 % untuk sapi, 0,35 % untuk domba, 0,45 % untuk babi, dan 0,6 % untuk unggas (Cullison, 1975).

Campuran mineral yang mengandung lebih dari 0,3% F berbahaya untuk semua ternak. Kelebihan fluor lebih menjadi perhatian daripada defisiensinya karena kadarnya yang tinggi (3-4 %) di tanah-tanah yang mengandung sumber-sumber phosphate alami. Bila jumlah fluor yang dimakan melebihi dari yang dapat disimpan dalam tulang atau yang dapat dikeluarkan dalam urine, makan fluor akan bergabung dengan satu atau lebih enzim yang ikut dalam siklus Kreb, sehingga mengganggu metabolisme energi. Pengaruh fluor adalah kumulatif, jadi penggunannya dalam makanan dalam jumlah kecil dan dalam waktu yang lama dapat meimbulkan pengaruh-pengaruh toksik. Prosedur defluorinate adalah perlu untuk membuat mineral tersebut aman dalam penggunannya sebagai mineral tambahan.

*Review by Edi Prayitno, S.Pt

DAFTAR PUSTAKA

Cullison, A.E. 1979. Feed and Feeding. Publishing Company, INC. USA

Linder, M.C. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Universitas Indonesia Press, Jakarta

Murtidjo. 1995. Kamus Istilah Peternakan. Kanisius. Yogyakarta

Tillman Alen D, Hartadi Hari, Reksohadiprodjo Soedomo, Prawirokusumo Soeharto dan Lebdosoekojo Soekanto, 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Usaha sampingan inspiratif