Tampilkan postingan dengan label penyakit. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label penyakit. Tampilkan semua postingan

PENYAKIT KELAINAN AKIBAT DEFISIENSI MINERAL PADA BABI DEFISIENSI MAKROMINERAL

ILMU TERNAK /WWW.ilmuternakkita.blogspot.com
1. Defisiensi Ca (Kalsium)
Gejala :
a. Pertumbuhan terganggu
b. Kualitas tulang dan geligi tidak baik
c. Malformasi tulang, yaitu rakhitis
Manifestasi klinis berkaitan dengan kekurangan Ca, yaitu:
a. Rachitis, pada ternak muda, ciri:
1. Pembengkakan persendian tulang panjang
2. Tulang bengkok oleh beban tubuh dan aktivitas ternak
3. Cara ternak melangkah terganggu, dengan punggung melenkung ke atas
b. Osteomalasi, imbangan rachitis pada ternak dewasa
c. Osteoporosis, suatu keadaan tulang menjadi sangat kecil akibat resorbsi melebihi pembentukan tulang
d. Produksi air susu turun, kandungan air susu berubah hanya karena sedikit kurang kalsium dan produksinya berkurang bila kalsium tak terpenuhi.
e. Kekejangan
Pencegahan :
a. Pemberian sumber kalsium, berupa tetes atau molases, ampas jeruk , tepung ikan dan hasil ikutan ikan, tepung daging dan tepung tulang dan tepung susu dan hasil ikutan susu.
b. Pemberian bahan suplementasi : berupa kalsium glukonat, kalsium laktat, dikalsiumfosfat, dolomit, kapur dan kulit kerang.

2. Defisiensi P (Fosfor)
Gejala :
a. Nafsu makan turun
b. Otot lemah
c. Pica
d. Kalsium hilang
e. Demineralisasi tulang
f. Problem reproduksi
g. Pigmen darah berubah menjadi hitam dalam urin
Penyakit yang ditimbulkan :
a. Rachitis
b. Osteomalasia
c. Nutritional red water, ekskresi darah dalam urin
Pencegahan :
a. Pemberian pakan sumber fosfor, serealia, hasil ikutan penyulingan, bungkil kacang tanah, bungkil biji wijen, bungkil kedelai, dedak.
b. Pemberian bahan suplementasi : ammonium fosfat, tepung tulang, kalsium fosfat, dikalsium fosfat, monosodium fosfat.

3. Defisiensi K (Kalium)
Gejala :
a. Pertumbuhan lambat
b. Tungkai tidak tegap
c. Kelemahan otot
d. Pica
e. Diare
f. Perut menegang
g. Emasiasi (tonus hilang)
h. Hipertropi jantung dan ginjal
Pencegahan :
a. Pemberian molases gula bit, molases gula tebu, wortel, hijauan, hasil ikutan kedekai.
b. Pemberianbahan suplementasi : kalium chlorida, kalium glukonat, ragi.


4. Defisiensi Na (Natrium)
Gejala :
a. Nafsu makan hilang
b. Pertumbuhan lambat
c. Efisiensi penggunaan pakan rendah pada mas pertumbuhan
d. Fertilitas turun pada pejantan dan terlambat dewasa kelamin pada betina
e. Bobot badan pada babi dewasa rendah
Pencegahan :
a. Pemberian molases bit, ampas bit, moilases gula tebu, tepung ikan, hasil ikutan penyulingan alkohol.
b. Pemberian bahansuplementasi : kelp (rumput laut), monosodium glutamat, garam dapur.

5. Defisiensi S (Sulfur)
Gejala :
a. Pertumbuhan lambat
Pencegahan :
a. Pemberian pakan baeley (kecambah jelai), molases bit, dan molases gula tebu, tepung darah, tepung ikan, hasil ikutan unggas, bunkil kedelai
b. Pemberian bahan suplementasi : sulfur anorganik, ragi (torula, ragi untuk penyulingan alkohol)

6. Defisiensi Mg (Magnesium)
Penyakit yang dapat terjadi : Grass tetany
Gejala :
a. Otot pengkor
b. Pernapasan cepat
c. Temperatur tinggi
Pencegahan :
a. Pengobatan dapat dilakukan dengan suntikan magnesium intravenous untuk memancing ekskresi kalsium yang tinggi dalam urin.
b. Pemberian pakan molases, tetes, MBM, sisa ikutan pengalengan ikan, hasil ikutan penyulingan minuman
c. Pemberian bahan suplementasi : kelp, magnesium glukonat, magnesium oksida.

DEFISIENSI MIKROMINERAL

1. Defisiensi Fe (Besi)
Penyakit yang dapat terjadi : animea
Gejala :
a. Warna kulit dan membran mukosa pucat.
b. Sensitif terhadap lingkungan dingin.
c. Performans memburuk.
d. Bulu kasar, susah bernafas.
e. Banyak anak yang lahir prematur.
f. Lambat tumbuh.
g. Diare.
h. Sel darah merah lebih kecil dari sel darah merah normal dan hemoglobinnya lebih rendah.
Pencegahan :
1. Suntikan iron dextran, iron peptonat.
2. Disediakan tanah segar dan bersih setiap hari sehingga anak babi dimungkinkan menjilat-jilat tanah sebagai sumber unsur Fe.
3. Larutan Fe atau pasta Fe digosokkan pada ambing induk tiap hari
4. Memberikan pasta, pil atau larutan fe setiap minggu.
5. Pemberian pakan molases, tepung darah, butiran serealia, larutan sisa pembuatan minuman, hasil ikutan unggas.
6. Pemberian bahan suplementasi : ferro glukonat, ferro suksinat, atau ferro sulfat, untuk diberikan per oral.


PENYAKIT AKIBAT DEFISIENSI VITAMIN PADA BABI

1. Defisiensi Vitamin A
Penyakit yang disebabkan :
1. Buta senja (nyctalopia).
2. Xerosis.
3. Xeropthalmia.
Gejala:
1. Pertumbuhan lambat atau fase pertumbuhan tidak sehat.
2. Pertumbuhan tulang lambat, bentuk tulang abnormal dan paralisis; geligi tidak baik, email gigi abnormal, berlubang dan membusuk.(rontok).
3. Kulit kasar, kering dan besisik, absis meningkat pada telinga, mulut dan kelenjar ludah, diare dan perbatuan pada kantong kemih dan ginjal.
4. Kelainan reproduksi termasuk konsepsi yang rendah, pertumbuhan embrio abnormal, kerusakan plasenta dan kematian fetus.
5. Kelainan-kelainan pada mata.
Pencegahan :
Melengkapi level vitamin A yang cukup dalam ransum.
1. Pemberian suplemen protein dan premix vitamin dan mineral.
2. Manajemen pemberian ransum pakan yang baik dengan menghindari defisiensi vitamin dalam ransum.

2. Defisiensi Vitamin D
Vitamin D atau “vitamin sinar matahari” berperan penting dalam metabolisme yaitu penyerapan kalsium dan fosfor dan proses mineralisasi tulang.
Penyakit yang disebabkan :
1. Rakitis.
2. Osteomalasia.
3. Tetany.


Gejala :
1. Pembengkakan pada persendian, kaki pengkor dan tulang rusuk benjol-benjol.
2. Tulang rapuh, bergeser dari kedudukan asli dan mudah retak.
3. Otot kejang, konvulsi dan kadar kalsium serum darah rendah.
Pencegahan :
1. Melengkapi level vitamin D yang cukup dalam ransum babi, dengan pemberian hijauan yang dikeringkan dengan sinar matahari, daun jagung, tangkai dan pelepah, daunan jelai, gandum haver dan gandum terigu.
2. Memberikan bahan suplemen : ergosterol yang disinar, minyak ikan dan ragi yang disinar.
3. Babi dikeluarkan dari kandang agar dapat penyinaran sinar ultraviolet secara langsung.

3. Defisiensi Vitamin E
Vitamin E dibutuhkan untuk pertumbuhan normal dan reproduksi serta memelihara struktur dinding sel.
Penyakit yang disebabkan :
1. Mulberry heart disease
2. Hepatosis dietica
Gejala
1. Distrofi otot
2. Jantung membesar.
3. Perubahan warna jaringan lemak menjadi kuning-kelabu.
Pencegahan
1. Melengkapi level vitamin E yang cukup dalam ransum babi, dengan pemberian jelai dan hasil ikutannya, tepung daun alfalfa, dedak, hasil ikutan penyulingan butiran.
2. Pemberian bahan suplemen : dedak halus, kecambah jelai, tauge.
3. Mensubstitusi Se untuk vitamin E.

4. Defisiensi Vitamin K
Vitamin K dikenal sebagai anti pendarahan atau vitamin pembeku darah. Sangat penting untuk sintesis protrombin dan faktor-faktor pembeku darah yang lain dalam hati.
Gejala :
1. Pendarahan pada tali pusar saat melahirkan.
2. Pendarahan sewaktu mengebiri anak babi.
3. Babi sering diare, muntah-muntah dan dermatitis.
Pencegahan
1. Melengkapi level vitamin K yang cukup dalam ransum pada babi yang terus menerus dikurung dalam kandang, dengan pemberian jelai, gluten jagung, sisa penyulingan butiran, tepung ikan, dedak, gandum terigu dan ikutannya.
2. Pemberian bahan suplementasi : Nikotinamida sintesis, asam nikotinat sintesis, cacahan beras, ragi.
3. Mensuplementasi ransum induk dengan vitamin K.

5. Defisiensi Asam Folat
Vitamin ini ditambahkan dalam ransum kecuali protein ransum babi masih rendah sehingga tidak sempurna. Bahan pakan yang banyak mengandung vitamin asam folat terdapat pada hati dan kacang-kacangan. Vitamin ini dibutuhkan dalam pembentukan sel darah, sehingga jika terjadi defisiensi babi akan enemis.

Penyakit yang disebabkan :
1. Anemia (anemia normositis dan anemia pernisiosa.

Gejala :
1. Pertumbuhan anak babi akan lambat dan rambut tipis.
Pencegahan :
1. Mensuplementasi vitamin asam folat yang cukup dalam ransum babi.


6. Defisiensi Asam Pantotenat

Penyakit yang disebabkan :
1. Goose-stepping.

Gejala :
1. Tidak terkoordinasinya bagian tungkai belakang babi.
2. Pertumbuhan lambat.
3. Sering diare.

Pencegahan :
1. Menambahkan vitamin asam pantotenat dalam ransum babi.

7. Defisiensi Vitamin B12.

Penyakit yang disebabkan :
1. Anemia Normositis.

Gejala :
1. Pertumbuhan lambat, dermatitis
2. Rambut kasar, kulit nyeri dan suka menggosok-gosokkan tubuh.

Pencegahan :
1. Menambahkan vitamin B12 dalam ransum babi.

8. Defisiensi Vitamin B6

Penyakit yang disebabkan :
1. Anemia Mikrositik hipokhromis.


Gejala :
1. Nafsu makan turun dan otot tidak terkoordinasi.
2. Pertumbuhan lambat, rambut kasar dan penglihatan tidak normal.
Pencegahan :
1. Menambahkan vitamin B6 dalam ransum babi.

9. Defisiensi Vitamin Biotin

Penyakit yang disebabkan :
1. Alopecia (gundul dan bulu jarang).
2. Dermatosis.

Gejala :
1. Tungkai belakang kejang, kuku maupun ujung kuku retak-retak.
2. Peradangan selaput mulut.
3. Pertumbuhan dan reproduksi akan terganggu.

Pencegahan :
1. Mensuplementasi vitamin biotin yang cukup dalam ransum babi.

10. Defisiensi Vitamin B2

Penyakit yang disebabkan :

Gejala :
1. Nafsu makan turun, rambu kasar.
2. Berdiri tidak normal dan pertumbuhan lambat.
3. Anak yang lahir lemah atau mati.

Pencegahan :
1. Suplementasi vitamin B2 yang cukup dalam ransum babi.


11. Defisiensi Vitamin B1.

Gejala :
1. Babi mengalami diare dan muntah-muntah.
2. Nafsu makan berkurang dan jantung membengkak.
3. Pertumbuhan terganggu.
Pencegahan :
1. Suplementasi vitamin B1 yang cukup dalam ransum babi dengan memberi bungkil kacang tanah, bungkil biji kapas, bungkil kedelai.
2. Pemberian tiamin hidroklorida, tiamin mononitrat.

PENYAKIT SAPI GILA

(ILMU TERNAK /www.ilmuternakkita.blogspot.com)*

Penyakit Sapi Gila/Mad Cow atau Bovine Spongiform encephalopathy/BSE adalah salah satu penyakit pada otak sapi yang tergolong dalam kelompok penyakit Transmissible Spongiform Encephalopathy (TSE). Beberapa jenis penyakit TSE pada manusia dan hewan tampak seperti tabel dibawah berikut ini: Penyakit ini disebabkan oleh suatu jenis protein (tanpa asam nukleat) yang bersifat infeksius yaitu PRION (Proteinaceous Infectious).Secara normal, protein prion dihasilkan oleh tubuh (disingkat PrPc/cellular PrP), sedangkan isoform dari protein prion yang infeksius penyebab TSE disebut Prion Protein Scrapie (PrPSc), adapun bentuk PrPc dan PrPSc sama, bobot molekul sama, sekuensnya juga sama. Perbedaan yang paling menonjol dari kedua protein prion tersebut adalah bahwa PrPSc (bcid) tahan terhadap Proteinase K suatu enzim yang dapat mendegradasi protein, sedangkan PrPc (ahelix) tidak tahan. Penyakit ini menjadi sangat menarik bagi dunia kedokteran karena dua hal yaitu secara ilmiah karena berada di antara dua sifat genetik dan infeksius (suatu posisi yang unik dan merupakan paradigma baru pada disiplin biomedis) dan secara sosial ekonomi karena mengakibatkan kerugian ekonomi dan kesehatan masyarakat.
Penyakit CJD bukanlah penyakit yang baru, sudah lama diketahui orang, namun selama ini diketahui bahwa CJD pada manusia (CJD klasik) umumnya menyerang pada usia 40-90 tahun (diduga tergolong penyakit selinitas), bersifat sporadis 85-90%, dan onset penyakit antara 4-12 bulan sebelum kematian timbul dan tidak dipredisposisi oleh jenis kelamin. Gejala klinis yang tampak adalah degenerasi neurologik seperti ataxia (serupa dengan gejala Penyakit Alzaimer atau Parkinson), tremor, kelelahan, ngantuk, kerusakan daya ingat, perubahan tingkah laku, vertigo, kemunduran mental yang sangat cepat diikuti dengan dementia, gangguan motorik (bagian kepala/leher, pundak sampai gluteus lumbal sensitive terhadap rangsangan suara, cahaya dan sentuhan), dan gambaran spesifik dari elektro encephalogram (EEG) dan perubahan patologinya adalah terbentuk amyloidplaque di otak cerebral (terlihat berlubang-lubang).
Seiring dengan perjalanan waktu, ternyata ditemukan adanya suatu variasi dari CJD (perubahan neuropatologik yang atipikal) yang sebelumnya tidak pernah ditemukan pada kasus-kasus umum CJD di USA, Australia dan Jepang. Pada kasus varian baru dari CJD (vCJD) ini, usia orang yang terkena ternyata sangat muda yaitu 16, 18, 19, 26, 28, 29, 31, dan 39 tahun. Setelah ditelusuri dan dilakukan pengujian terhadap transmisi agen penyebab, ternyata diketahui dan diduga kuat bahwa vCJD disebabkan oleh prion yang berasal dari BSE (penyebab BSE dan vCJD adalah causa penyakit yang sama).
Masa inkubasi dari Transmissible Encephalopathy (transmisi antarspesies) yang slow degeneration pada sistem saraf pusat domba selama 2-4 tahun, sapi selama 3-6 tahun dan manusia selama >10 tahun dan gejala kliniknya muncul dalam beberapa bulan (pusing, sulit berpikir/tidak dapat berkonsentrasi, mata berkunang-kunang). BSE menyerang sapi berumur tiga sampai lima tahun dengan gejala penurunan produksi susu, gemetar/kejang-kejang dan TSE (Transmissible Encephalopathy) dibagi menjadi tiga fase yaitu fase I yaitu level infeksi yang sangat rendah, fase II yaitu peningkatan konsentrasi prion di otak, sumsum tulang (inkubasi 6 bulan) dan fase III yaitu kematian pada manusia dengan inkubasi 20 bulan sampai 16 tahun.
Terdapat tiga jenis tipe penyakit CJD pada manusia yaitu:
1. Classical CJD: jarang terjadi, degenerasi neuron fatal pada manusia, terjadi transmisi melalui hewan-hewan laboratorium (animal TSE), Sporadic CJD menyebabkan dementia, Hereditary CJD menyebabkan insomnia fatal dan mutasi PrP gen, Latrogenis CJD pengobatan growth hormone dan pembedahan.
2. Varian CJD (tahun 1996) karena konsumsi produk hewan penderita BSE, dengan gejala klinis depresi, kontraksi otot involunter, inkoordinasi.
3. Gerstmann-Straussler-Scheinker (GSS) menyebabkan inkoordinasi otot, dementia dan kematian dalam 2 sampai 6 tahun. Penyakit Kuru karena kanibalisasi di Papua Nugini (penanganan dan memakan otak manusia), dengan inkubasi 3 bulan sampai 30 tahun dan akhirnya mati.

Pengobatan
Penyakit ini tidak dapat disembuhkan, dan progresifitasnya tidak dapat diperlambat. Bisa diberikan obat-obatan untuk mengendalikan perilaku yang agresif (misalnya obat penenang, anti- psikosa).
Pencegahan
Menghindari pencangkokan jaringan manusia yang terinfeksi atau menghindari makan jaringan hewan yang terinfeksi. Hasil studi kristalografi dengan menggunakan sinar X ditemukan adanya dua struktur protein PrP yang berbeda. Pada protein PrP normal (Gambar 5), semua struktur sekundernya adalah alpha-heliks, sedangkan pada PrP yang menyebabkan penyakit, terdapat perubahan struktur pada daerah tertentu dari -heliks menjadi -sheet(Gambar 6). Dari hasil studi ini menyarankan bahwa perubahan -heliks menjadi beta-sheet inilah yang menyebabkan protein ini menjadi desease agent. Protein yang menyebabkan penyakit sapi gila ini kemudian dinamai Scrapie PrP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, sekali scrapie PrP terbentuk ia akan menginduksi perubahan struktur dari protein PrP normal untuk menjadi Scrapie PrP. Lantas, bagaimana mekanisme penyebarannya ke dalam tubuh inang?



Gambar-5. Struktur Normal PrP



Gambar-6. Struktur Scrapie PrP
Belakangan diketahui bahwa scrapie PrP terbentuk dari konversi PrP normal di dalam neuron. Scrapie PrP yang terbentuk terakumulasi di dalam lisosom. Di dalam otak lisosom yang telah dipenuhi oleh Scrapie PrP ini kemudian pecah dan merusak sel. Sel yang telah mati akibat pecahnya lisosom ini akan membentuk lobang-lobang dalam otak, prionnya akan dikeluar dan menyerang sel yang lain. Inilah yang terjadi pada penyakit sapi gila di Inggris dan di Jepang baru baru ini. Sapi-sapi tersebut sebelumnya diberi makanan olahan yang berasal dari daging domba. Sumber prion ini diduga berasal dari daging domba tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

McDonald, P., R. A. Edwards., J. F. D. Greenhalgh. 1981. Animal Nutrition. 2-nd Ed. Hutsmaen Offset. Printing Limited, Singapura.

http://wwwstd.ryu.titech.ac.jp/~indonesia/tokodai/iken/iken-rukman.htm (Download : minggu, 26 nopember 2006).

http://www.medikaholistik.com/2033/2004/11/28/medika.html?xmodule=docume nt_detail&xid=97.
(Download : minggu, 26 nopember 2006).

http://www.pdpersi.co.id/?show=detailnews&kode=871&tbl=kesling
(Download : minggu, 26 nopember

Usaha sampingan inspiratif