PUPUK KOMPOS

PUPUK KOMPOS

Keunggulan Kompos

Pupuk organik atau kompos memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan pupuk anorganik. Keunggulan tersebut antara lain:

1. Sifat Kompos

a. Mengandung unsur hara makro dan mikro lengkap walaupun jumlahnya sedikit.

b. Dapat memperbaiki struktur tanah dengan cara sebagai berikut :

· Menggemburkan dan meningkatkan ketersediaan bahan organik di dalam tanah

· Meningkatkan daya serap tanah terhadap air dan zat hara

· Memperbaiki kehidupan mikroorganisme didalam tanah dengan cara menyediakan bahan makanan bagi mikroorganisme tersebut

· Memperbesar daya ikat tanah berpasir sehingga tidak mudah terpencar

· Memperbaiki drainase dan tata udara didalam tanah

· Membantu proses pelapukan bahan mineral

· Melindungi tanah terhadap kerusakan yang disebabkan erosi

· Meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK)

c. Beberapa tanaman yang menggunakan kompos lebih tahan terhadap serangan penyakit

d. Menurunkan aktivitas mikroorganisme tanah yang merugikan

2. Sifat Pupuk Anorganik

a. Hanya mengandung satu atau beberapa unsur hara, tetapi dalam jumlah banyak

b. Tidak dapat memperbaiki struktur tanah, tetapi justru penggunaan dalam jangka waktu panjang dapat membuat tanah menjadi keras

c. Sering membuat tanaman manja sehingga rentan terhadap penyakit

Penggunaan Kompos

Kompos digunakan dengan cara menyebarkannya di sekeliling tanaman. Kompos yang layak digunakan adalah kompos yang sudah matang, ditandai dengan menurunnya temperatur kompos (dibawah 400C). Penggunaan kompos setelah beberapa minggu dapat meningkatkan kualitas tanah dengan meningkatkan kehalusan tanah dan ketersediaan unsur hara. Penggunaan kompos dapat dilakukan dengan cara menyebarkan ke halaman atau ke kebun atau memenamkan ke dalam tanah. Kompos yang ditanam di dalam sebaiknya tidak terlalu dekat dengan batang tanaman karena akan berakibat buruk terhadap tanaman tersebut. Kompos yang disebar di atas tanah, unsur haranya dapat diserap tanaman setelah unsur hara tersebut diserap tanah melalui air dari curahan hujan atau air penyiraman.

Penguburan kompos ke dalam tanah mungkin lebih baik, tetapi dalam kondisi seperti ini akar tanaman akan mengalami kerusakan akibat penggalian lubang untuk tempat kompos. Pada kasus lain seperti memupuk sayuran pemupukan dengan cara mengubur kompos ke dalam tanah akan lebih baik diubandingkan dengan menyebarnya diatas permukaan tanah. Dengan cara menenamkan kompos ke dalam tanah akar tanaman akan lebih cepat menyerapo unsur hara dari kompos. Kompos yang ditanam di dalam tanah lebih mudah terdegradasi karena adanya peranan organisme tanah seperti cacing tanah. Pengaruh kompos terhadap sifat fisik lebih baik dibanding pupuk anorganik. Kompos dapat memperbaiki sifat fisik tanah.

PRINSIP PENGOMPOSAN

Bahan organik tidak dapat langsung digunakan atau dimanfaatkan oleh tanaman karena perbandingan C/N dalam bahan tersebut relatif tinggi atau tidak sama C/N tanah. Nilai C/N merupakan hasil perbandingan carbon dan nitrogen. Nilai C/N serta tanah sekitar 10 sampai 12. apabila bahan organik mempunyai kandungan C atau N mendekati atau sama dengan C atau N tanah amak bahan tersebut dapat digunakan atau diserap tanaman. Namun umumnya bahan organiksegar mempunyai C atau N yang tinggi, seperti jerami padi 50 sampai 70 ; daun-daunan > 50 (tergantuing jenisnya) ; cabang tanaman 15-60; kayu yang sudah tua mencapai 500.

Prinsip pengomposan adalah menurunkan C atau N rasio bahan organik hingga sama dengan C atau N tanah (<20) dengan semakin tingginya C atau N bahan, maka pengomposan akan semakin lama karena C atau N harus diturunkan. Waktu yang diperlukan untuk menurunkan C atau N tersebut bermacam-macam dari tiga bulan hingga tahunan. Hal ini terlihat dari pembuatan humus dialam, dari bahan organik untuk menjadi humus diperlukan waktu bertahun-tahun (humus merupakan hasil proses lebih lanjut dari proses pengomposan).

Pengomposan atau dekomposisi merupakan peruraian dan pemantapan bahan organik secara biologi dalam temperatur thermofilik (temperatur yang tinggi) dengan hasil akhir bahan yang cukup bagus untuk digunakan ke tanah tanpa merugikan lingkungan. Temperatur termofilik terjadi karena kelembaban atau stuasi aerasi yang tertentu. Setelah temperatur tercapai, mikroorganisme dapat aktif menguraikan bahan organik. Pengomposan dapat terjadi dalam kondisi aerobik dan anaerobik. Pengomposan aerobik terjadi dalam keadaan tersedianya oksigen sedangkan pengomposan anaerobik terjadi tanpa memerlukan oksigen. Dalam pengomposan aerobik akan dihasilkan CO2, air, dan panas. Sedangkan dalam pengomposan anaerobik dihasilkan metana atau alkohol, CO2 dan senyawa seperti asam organik. Dalam pengomposan anaerobik sering menimbulkan bau yang tajam sehingga pengomposan dapat ditempuh dengan cara aerobik. Faktor-faktor yang mempengaruhi dekomposisi dapat berjalan lancar apabila kondisi lingkungan terkontrol. Kondisi yang perlu dijaga dalam proses pengomposan yaitu kadar air, aerasi dan temperatur.

1. Kadar Air

Kadar air harus dibuat dan dipertahankan sekitar 60%. Kadar air yang kurang dari 60% menyebabkan bakteri tidak berfungsi sedangkan bila lebih dari 60% akan menyebabkan kondisi anaerob. Padahal proses penguraian dengan stardec akan berlangsung dalam kondisi aerob. Kadar air dapat diukur dengan cara meremas bahan. Kadar air 60% dicirikan dengan bahan yang terasa basah bila diremas tetapi air tidak menetes.

2. Aerasi

Pada dekomposisi aerob oksigen harus tersedia cukup dalam tumpukan. Apabila kekurangan oksigen, proses dekomposisi tidak akan berjalan. Agar tidak kekurangan oksigen tumpukan komos harus dibalik minimal seminggu sekali. Selain tiu, dapat juga dilakukan dengan cara force aeration (menghembuskan udara dengan kompresor). Namun, pemberian aerasi yang terbaik adalah dengan pembalikan bahan dan sekaligus untuk homogenisasi bahan.

3. Temperatur

Selama proses dekomposisi, temperatur dijaga sekitar 60% selama tiga minggu. Dalam temperatur tersebut, selain bakteri bekerja secara optimal, akan terjadi penurunan C/N rasio dan pemberantasan bakteri patogen maupun biji gulma.

Pengomposan dapat dilakukan dengan 4 cara yaitu pengomposan aerobik, pengomposan anaerobik, proses kimiawi, dan proses mikrobiologi.

a. Pengomposan aerobik

Merupakan modifikasi yang terjadi secara biologis pada struktur kimia atau biologi bahan organik dengan bantuan oksigen. Dalam proses ini banyak koloni bakteri yang berperan dan ditandai dengan perubahan temperatur. Pada temperatur <200C bakteri yang berkembang adalah psikrofilik, temperatur 20-550C bakteri yang berperan adalah mesofilik, pada temperatur diatas 550C bakteri yang berperan adalah termofilik. Hasil dari dekomposisi bahan organik secara aerobik adalah CO2, H2O, humus dan energi. Proses dekomposisi secara aerobik dapat disajikan dengan reaksi sebagai berikut

Mikroba aerob

Bahan organik CO2 + H2O + Humus + Hara + Energi

b. Proses Pengomposan Anaerobik

Modifikasi pada struktur kimia dan biologi bahan organik tanpa membutuhkan oksigen. Proses pengomposan anaerobik akan menghasilkan alkohol, CO2 dan senyawa lain seperti asam organik. Proses anaerobik biasanya menimbulkan bau yang tajam sehingga proses pengomposan dilakukan dengan cara aerobik. Kompos anaerobik sebelum digunakan harus berada dalam keadaan kering. Proses ini diakhiri dengan perlakuan aerobik untuk mengurangi kandungan bahan beracun.

c. Proses Kimiawi

Pada saat proses pengomposan berhubungan erat dengan kimia kompleks. Sebelum mikroorganisme bekerja, enzim dalam sel tanaman mulai merombak protein menjadi asam amino. Mikroorganisme menangkap semua bahan yang terlarut seperti gula, asam amino dan nitrogen anorganik. Selanjutnya amoniak akan diproduksi menajdi protein. Nitrogen tanaman akan dikonversikan menjadi nitrogen mikrobia menjadi nitrat. Nitrat merupakan senyawa yang diserap tanaman.

d. Proses Mikrobiologi

Pada fase mesofilik jamur dan bakteri pembuat asam mengubah bahan makanan menjadi asam amino, gula dan pati. Aktivitas mikroorganisme ini menghasilkan panas dan mengawali fase termofilik di dalam tumpukan kompos.

Faktor Yang Mempengaruhi Proses Pengomposan

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses pengomposan yaitu nilai C/N bahan, ukuran bahan, campuran bahan, mikroorganisme yang bekerja, kelembaban dan aerasi, temperatur dan keasaman (pH). Hal-hal yang perlu diperhatikan agar proses pengomposan dapat berlangsung lebih cepat antara lain sebagai berikut :

  1. Nilai C/N Bahan

Semakin rendahnya C/N bahan, waktu yang diperlukan untuk pengomposan semakin singkat.

  1. Ukuran Bahan

Bahan yang berukuran lebih kecil akan lebih cepat proses pengomposannya karena semakin luas yang tersentuh dengan bakteri. Untuk itu bahan organik perlu dicacah sehingga berukuran kecil. Bahan yang keras sebaiknya dicacah hingga berukuran 0,5-1 cm. Pencacahan bahan yang tidak terlalu kecil karena bahan yang terlalu hancur (banyak air) kurang baik (kelembabannya menjadi tinggi).

  1. Komposisi Bahan.

Pengomposan dari beberapa macam bahan akan lebih baik dan lebih cepat. Pengomposan bahan organik dari tanaman akan lebih cepat bila ditambah dengan kotoran hewan. Ada juga yang menambah bahan makanan dan zat pertumbuhan yang dibutuhkan mikroorganisme sehingga selain bahan organik, mikroorganisme juga mendapatkan bahan tersebut dari luar.

  1. Jumlah Mikroorganisme

Biasanya dalam proses ini bekerja bakteri, fungi, actinomycetes, dan protozoa. Sering ditambahkan pula mikroorganisme ke dalam bahan yang akan dikomposkan. Dengan bertambahnya jumlah mikroorganisme, diharapkan proses pengomposan akan lebih cepat.

  1. Kelembaban dan Aerasi

Umumnya mikroorganisme tersebut dapat bekerja dengan kelembaban sekitar 40-60%. Kondisi tersebut perlu dijaga agar mikroorganisme dapat bekerja secara optimal. Kelembaban yang lebih rendah atau lebih tinggi dapat menyebabkan mikroorganisme tidak berkembang atau mati. Adapun kebutuhan aerasi tergantung dari proses berlangsungnya pengomposan tersebut aerobik atau anaerobik.

  1. Temperatur

Temperatur optimal sekitar 30-500C. Bila temperatur terlalu tinggi maka mikroorganisme akan mati. Bila temperatur relatif rendah mikroorganisme belum dapat bekerja atau dalam keadaan dorman. Aktivitas mikroorganisme dalam proses pengomposan tersebut akan menghasilkan panas sehingga untuk menjaga temperatur tetap optimal sering dilakukan pembalikan. Namun ada mikroorganisme yang dapat bekerja pada temperatur yang tinggi yaitu 800C, seperti Trichorderma pseudokoninggii dan Cyptophaga sp. Kedua jenis mikroba ini digunakan sebagai aktivator dalam proses pengomposan skala besar atau skala industri, seperti pengomposan tandan kosong kelapa sawit.

  1. Keasaman

Keasaman atau pH dalam tumpukan kompos juga mempengaruhi aktivitas mikroorganisme. Kisaran pH yang baik yaitu sekitar 6,5-7,5. oleh karena itu dalam proses pengomposan sering diberi tambahan kapur atau abu dapur untuk menaikkan pH. Proses pengomposan dapat dipercepat dengan bantuan beberapa aktivator seperti orgadec, stardec, EM-4.

PROSEDUR PEMBUATAN KOMPOS

Pembuatan kompos dengan bantuan aktivator berupa Stardec untuk mempercepat proses pengomposan. Stardec merupakan suatu aktivator yang berisi mikrobia yang berperan dalam penguraian atau dekomposisi limbah organik hingga menjadi kompos. Mikrobia tersebut yaitu mikrobia lignolitik, mikrobia selulolitik, mikrobia lipolitik, mikrobia amilolitik.

Pembuatan kompos ini meliputi 3 tahap. Waktu yang diperlukan untuk pembuatan kompos ini sekitar 5 minggu yaitu 1 minggu tahap I, 3 minggu tahap II dan 1 minggu tahap III.

1. Tahap I.

Kotoran ternak setelah diendapkan dimasukkan ke dalam bak I, lalu ditambah dan dicampur rata dengan serbuk gergaji dan stardec. Campuran ini didiamkan dalam 1 minggu dalam bak I.

2. Tahap II

Tumpukan dalam bak I dibalik dan dipindahkan dalam bak II. Disini, bahan tersebut ditambah abu dan kalsit. Proses pada pengomposan pada tahap II ini berlangsung selama III minggu. Setiap minggu, tumpukan dibalik untuk menambah oksigen dan menjaga agar suhu berkisar antara 60-700C.

3. Tahap III

Tahap III ini disebut tahap pematangan karena proses dekomposisi telah selesai tinggal menstabilkan hasil pengomposan. Setelah 3 minggu di bak II, tumpukan dibalik dan dipindahkan ke bak III. Di sini bahan dibiarkan selama 1 minggu. Pada tahap ini, suhu akan turun, nutrisi stabil, terjadi perubahan bentuk menjadi remah, bau hilang, warna yang semula hijau akan menjadi coklat.

Setelah seminggu kompos disaring, dengan kondisi kelembaban 35% pada suhu kamar, tidak berbau kompos dikemas dengan plastik. Bahan yang tidak lolos saringan dimasukkan ke dalam tahap I untuk mengalami pengoposan kembali

DAFTAR PUSTAKA

Djuarnani, Nan dkk. 1994. Cara Cepat Membuat Kompos. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Indriani, Y. H. 2005. Membuat Kompos Secara Kilat. Penebar Swadaya, Jakarta

Murbandono, L.H.S. 1988, Membuat Kompos. Penebar Swadaya, Jakarta

0 Responses

PUPUK KOMPOS

Keunggulan Kompos

Pupuk organik atau kompos memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan pupuk anorganik. Keunggulan tersebut antara lain:

1. Sifat Kompos

a. Mengandung unsur hara makro dan mikro lengkap walaupun jumlahnya sedikit.

b. Dapat memperbaiki struktur tanah dengan cara sebagai berikut :

· Menggemburkan dan meningkatkan ketersediaan bahan organik di dalam tanah

· Meningkatkan daya serap tanah terhadap air dan zat hara

· Memperbaiki kehidupan mikroorganisme didalam tanah dengan cara menyediakan bahan makanan bagi mikroorganisme tersebut

· Memperbesar daya ikat tanah berpasir sehingga tidak mudah terpencar

· Memperbaiki drainase dan tata udara didalam tanah

· Membantu proses pelapukan bahan mineral

· Melindungi tanah terhadap kerusakan yang disebabkan erosi

· Meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK)

c. Beberapa tanaman yang menggunakan kompos lebih tahan terhadap serangan penyakit

d. Menurunkan aktivitas mikroorganisme tanah yang merugikan

2. Sifat Pupuk Anorganik

a. Hanya mengandung satu atau beberapa unsur hara, tetapi dalam jumlah banyak

b. Tidak dapat memperbaiki struktur tanah, tetapi justru penggunaan dalam jangka waktu panjang dapat membuat tanah menjadi keras

c. Sering membuat tanaman manja sehingga rentan terhadap penyakit

Penggunaan Kompos

Kompos digunakan dengan cara menyebarkannya di sekeliling tanaman. Kompos yang layak digunakan adalah kompos yang sudah matang, ditandai dengan menurunnya temperatur kompos (dibawah 400C). Penggunaan kompos setelah beberapa minggu dapat meningkatkan kualitas tanah dengan meningkatkan kehalusan tanah dan ketersediaan unsur hara. Penggunaan kompos dapat dilakukan dengan cara menyebarkan ke halaman atau ke kebun atau memenamkan ke dalam tanah. Kompos yang ditanam di dalam sebaiknya tidak terlalu dekat dengan batang tanaman karena akan berakibat buruk terhadap tanaman tersebut. Kompos yang disebar di atas tanah, unsur haranya dapat diserap tanaman setelah unsur hara tersebut diserap tanah melalui air dari curahan hujan atau air penyiraman.

Penguburan kompos ke dalam tanah mungkin lebih baik, tetapi dalam kondisi seperti ini akar tanaman akan mengalami kerusakan akibat penggalian lubang untuk tempat kompos. Pada kasus lain seperti memupuk sayuran pemupukan dengan cara mengubur kompos ke dalam tanah akan lebih baik diubandingkan dengan menyebarnya diatas permukaan tanah. Dengan cara menenamkan kompos ke dalam tanah akar tanaman akan lebih cepat menyerapo unsur hara dari kompos. Kompos yang ditanam di dalam tanah lebih mudah terdegradasi karena adanya peranan organisme tanah seperti cacing tanah. Pengaruh kompos terhadap sifat fisik lebih baik dibanding pupuk anorganik. Kompos dapat memperbaiki sifat fisik tanah.

PRINSIP PENGOMPOSAN

Bahan organik tidak dapat langsung digunakan atau dimanfaatkan oleh tanaman karena perbandingan C/N dalam bahan tersebut relatif tinggi atau tidak sama C/N tanah. Nilai C/N merupakan hasil perbandingan carbon dan nitrogen. Nilai C/N serta tanah sekitar 10 sampai 12. apabila bahan organik mempunyai kandungan C atau N mendekati atau sama dengan C atau N tanah amak bahan tersebut dapat digunakan atau diserap tanaman. Namun umumnya bahan organiksegar mempunyai C atau N yang tinggi, seperti jerami padi 50 sampai 70 ; daun-daunan > 50 (tergantuing jenisnya) ; cabang tanaman 15-60; kayu yang sudah tua mencapai 500.

Prinsip pengomposan adalah menurunkan C atau N rasio bahan organik hingga sama dengan C atau N tanah (<20) dengan semakin tingginya C atau N bahan, maka pengomposan akan semakin lama karena C atau N harus diturunkan. Waktu yang diperlukan untuk menurunkan C atau N tersebut bermacam-macam dari tiga bulan hingga tahunan. Hal ini terlihat dari pembuatan humus dialam, dari bahan organik untuk menjadi humus diperlukan waktu bertahun-tahun (humus merupakan hasil proses lebih lanjut dari proses pengomposan).

Pengomposan atau dekomposisi merupakan peruraian dan pemantapan bahan organik secara biologi dalam temperatur thermofilik (temperatur yang tinggi) dengan hasil akhir bahan yang cukup bagus untuk digunakan ke tanah tanpa merugikan lingkungan. Temperatur termofilik terjadi karena kelembaban atau stuasi aerasi yang tertentu. Setelah temperatur tercapai, mikroorganisme dapat aktif menguraikan bahan organik. Pengomposan dapat terjadi dalam kondisi aerobik dan anaerobik. Pengomposan aerobik terjadi dalam keadaan tersedianya oksigen sedangkan pengomposan anaerobik terjadi tanpa memerlukan oksigen. Dalam pengomposan aerobik akan dihasilkan CO2, air, dan panas. Sedangkan dalam pengomposan anaerobik dihasilkan metana atau alkohol, CO2 dan senyawa seperti asam organik. Dalam pengomposan anaerobik sering menimbulkan bau yang tajam sehingga pengomposan dapat ditempuh dengan cara aerobik. Faktor-faktor yang mempengaruhi dekomposisi dapat berjalan lancar apabila kondisi lingkungan terkontrol. Kondisi yang perlu dijaga dalam proses pengomposan yaitu kadar air, aerasi dan temperatur.

1. Kadar Air

Kadar air harus dibuat dan dipertahankan sekitar 60%. Kadar air yang kurang dari 60% menyebabkan bakteri tidak berfungsi sedangkan bila lebih dari 60% akan menyebabkan kondisi anaerob. Padahal proses penguraian dengan stardec akan berlangsung dalam kondisi aerob. Kadar air dapat diukur dengan cara meremas bahan. Kadar air 60% dicirikan dengan bahan yang terasa basah bila diremas tetapi air tidak menetes.

2. Aerasi

Pada dekomposisi aerob oksigen harus tersedia cukup dalam tumpukan. Apabila kekurangan oksigen, proses dekomposisi tidak akan berjalan. Agar tidak kekurangan oksigen tumpukan komos harus dibalik minimal seminggu sekali. Selain tiu, dapat juga dilakukan dengan cara force aeration (menghembuskan udara dengan kompresor). Namun, pemberian aerasi yang terbaik adalah dengan pembalikan bahan dan sekaligus untuk homogenisasi bahan.

3. Temperatur

Selama proses dekomposisi, temperatur dijaga sekitar 60% selama tiga minggu. Dalam temperatur tersebut, selain bakteri bekerja secara optimal, akan terjadi penurunan C/N rasio dan pemberantasan bakteri patogen maupun biji gulma.

Pengomposan dapat dilakukan dengan 4 cara yaitu pengomposan aerobik, pengomposan anaerobik, proses kimiawi, dan proses mikrobiologi.

a. Pengomposan aerobik

Merupakan modifikasi yang terjadi secara biologis pada struktur kimia atau biologi bahan organik dengan bantuan oksigen. Dalam proses ini banyak koloni bakteri yang berperan dan ditandai dengan perubahan temperatur. Pada temperatur <200C bakteri yang berkembang adalah psikrofilik, temperatur 20-550C bakteri yang berperan adalah mesofilik, pada temperatur diatas 550C bakteri yang berperan adalah termofilik. Hasil dari dekomposisi bahan organik secara aerobik adalah CO2, H2O, humus dan energi. Proses dekomposisi secara aerobik dapat disajikan dengan reaksi sebagai berikut

Mikroba aerob

Bahan organik CO2 + H2O + Humus + Hara + Energi

b. Proses Pengomposan Anaerobik

Modifikasi pada struktur kimia dan biologi bahan organik tanpa membutuhkan oksigen. Proses pengomposan anaerobik akan menghasilkan alkohol, CO2 dan senyawa lain seperti asam organik. Proses anaerobik biasanya menimbulkan bau yang tajam sehingga proses pengomposan dilakukan dengan cara aerobik. Kompos anaerobik sebelum digunakan harus berada dalam keadaan kering. Proses ini diakhiri dengan perlakuan aerobik untuk mengurangi kandungan bahan beracun.

c. Proses Kimiawi

Pada saat proses pengomposan berhubungan erat dengan kimia kompleks. Sebelum mikroorganisme bekerja, enzim dalam sel tanaman mulai merombak protein menjadi asam amino. Mikroorganisme menangkap semua bahan yang terlarut seperti gula, asam amino dan nitrogen anorganik. Selanjutnya amoniak akan diproduksi menajdi protein. Nitrogen tanaman akan dikonversikan menjadi nitrogen mikrobia menjadi nitrat. Nitrat merupakan senyawa yang diserap tanaman.

d. Proses Mikrobiologi

Pada fase mesofilik jamur dan bakteri pembuat asam mengubah bahan makanan menjadi asam amino, gula dan pati. Aktivitas mikroorganisme ini menghasilkan panas dan mengawali fase termofilik di dalam tumpukan kompos.

Faktor Yang Mempengaruhi Proses Pengomposan

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses pengomposan yaitu nilai C/N bahan, ukuran bahan, campuran bahan, mikroorganisme yang bekerja, kelembaban dan aerasi, temperatur dan keasaman (pH). Hal-hal yang perlu diperhatikan agar proses pengomposan dapat berlangsung lebih cepat antara lain sebagai berikut :

  1. Nilai C/N Bahan

Semakin rendahnya C/N bahan, waktu yang diperlukan untuk pengomposan semakin singkat.

  1. Ukuran Bahan

Bahan yang berukuran lebih kecil akan lebih cepat proses pengomposannya karena semakin luas yang tersentuh dengan bakteri. Untuk itu bahan organik perlu dicacah sehingga berukuran kecil. Bahan yang keras sebaiknya dicacah hingga berukuran 0,5-1 cm. Pencacahan bahan yang tidak terlalu kecil karena bahan yang terlalu hancur (banyak air) kurang baik (kelembabannya menjadi tinggi).

  1. Komposisi Bahan.

Pengomposan dari beberapa macam bahan akan lebih baik dan lebih cepat. Pengomposan bahan organik dari tanaman akan lebih cepat bila ditambah dengan kotoran hewan. Ada juga yang menambah bahan makanan dan zat pertumbuhan yang dibutuhkan mikroorganisme sehingga selain bahan organik, mikroorganisme juga mendapatkan bahan tersebut dari luar.

  1. Jumlah Mikroorganisme

Biasanya dalam proses ini bekerja bakteri, fungi, actinomycetes, dan protozoa. Sering ditambahkan pula mikroorganisme ke dalam bahan yang akan dikomposkan. Dengan bertambahnya jumlah mikroorganisme, diharapkan proses pengomposan akan lebih cepat.

  1. Kelembaban dan Aerasi

Umumnya mikroorganisme tersebut dapat bekerja dengan kelembaban sekitar 40-60%. Kondisi tersebut perlu dijaga agar mikroorganisme dapat bekerja secara optimal. Kelembaban yang lebih rendah atau lebih tinggi dapat menyebabkan mikroorganisme tidak berkembang atau mati. Adapun kebutuhan aerasi tergantung dari proses berlangsungnya pengomposan tersebut aerobik atau anaerobik.

  1. Temperatur

Temperatur optimal sekitar 30-500C. Bila temperatur terlalu tinggi maka mikroorganisme akan mati. Bila temperatur relatif rendah mikroorganisme belum dapat bekerja atau dalam keadaan dorman. Aktivitas mikroorganisme dalam proses pengomposan tersebut akan menghasilkan panas sehingga untuk menjaga temperatur tetap optimal sering dilakukan pembalikan. Namun ada mikroorganisme yang dapat bekerja pada temperatur yang tinggi yaitu 800C, seperti Trichorderma pseudokoninggii dan Cyptophaga sp. Kedua jenis mikroba ini digunakan sebagai aktivator dalam proses pengomposan skala besar atau skala industri, seperti pengomposan tandan kosong kelapa sawit.

  1. Keasaman

Keasaman atau pH dalam tumpukan kompos juga mempengaruhi aktivitas mikroorganisme. Kisaran pH yang baik yaitu sekitar 6,5-7,5. oleh karena itu dalam proses pengomposan sering diberi tambahan kapur atau abu dapur untuk menaikkan pH. Proses pengomposan dapat dipercepat dengan bantuan beberapa aktivator seperti orgadec, stardec, EM-4.

PROSEDUR PEMBUATAN KOMPOS

Pembuatan kompos dengan bantuan aktivator berupa Stardec untuk mempercepat proses pengomposan. Stardec merupakan suatu aktivator yang berisi mikrobia yang berperan dalam penguraian atau dekomposisi limbah organik hingga menjadi kompos. Mikrobia tersebut yaitu mikrobia lignolitik, mikrobia selulolitik, mikrobia lipolitik, mikrobia amilolitik.

Pembuatan kompos ini meliputi 3 tahap. Waktu yang diperlukan untuk pembuatan kompos ini sekitar 5 minggu yaitu 1 minggu tahap I, 3 minggu tahap II dan 1 minggu tahap III.

1. Tahap I.

Kotoran ternak setelah diendapkan dimasukkan ke dalam bak I, lalu ditambah dan dicampur rata dengan serbuk gergaji dan stardec. Campuran ini didiamkan dalam 1 minggu dalam bak I.

2. Tahap II

Tumpukan dalam bak I dibalik dan dipindahkan dalam bak II. Disini, bahan tersebut ditambah abu dan kalsit. Proses pada pengomposan pada tahap II ini berlangsung selama III minggu. Setiap minggu, tumpukan dibalik untuk menambah oksigen dan menjaga agar suhu berkisar antara 60-700C.

3. Tahap III

Tahap III ini disebut tahap pematangan karena proses dekomposisi telah selesai tinggal menstabilkan hasil pengomposan. Setelah 3 minggu di bak II, tumpukan dibalik dan dipindahkan ke bak III. Di sini bahan dibiarkan selama 1 minggu. Pada tahap ini, suhu akan turun, nutrisi stabil, terjadi perubahan bentuk menjadi remah, bau hilang, warna yang semula hijau akan menjadi coklat.

Setelah seminggu kompos disaring, dengan kondisi kelembaban 35% pada suhu kamar, tidak berbau kompos dikemas dengan plastik. Bahan yang tidak lolos saringan dimasukkan ke dalam tahap I untuk mengalami pengoposan kembali

DAFTAR PUSTAKA

Djuarnani, Nan dkk. 1994. Cara Cepat Membuat Kompos. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Indriani, Y. H. 2005. Membuat Kompos Secara Kilat. Penebar Swadaya, Jakarta

Murbandono, L.H.S. 1988, Membuat Kompos. Penebar Swadaya, Jakarta

Usaha sampingan inspiratif