Pengukuran SEKAM (methode phloroglucinol 0.1%)
| Persiapan reagen yang akan digunakan | |
No. | Prosedur kerja | Kriteria |
a. | Timbang phloroglucinol PA | Seberat 10 gram |
b. | Larutkan dengan ethanol, menjadi larutan A | Sampai dengan volume 200 ml |
c. | Pipet HCl 37% PA | Sebanyak 144 ml |
d. | Larutkan dengan aquades , menjadi larutan B | Sampai dengan volume 800 ml |
e. | Campur larutan A dan B, kocok dan simpan | Ditempat gelap dan didalam botol gelap |
No. | Langkah Kerja | Kriteria |
a. | Timbang contoh yang telah diaduk merata, juga menimbang standard dengan kadar sekam 10% dan 15%, contoh dan standard yang sudah ditimbang diletakkan dalam petridish | Seberat 1 gram |
b. | Tambahkan larutan phloroglucinol 1%, lalu goyang – goyang petridish perlahan sampai pereaksi bercampur dengan baik, lalu biarkan selama 15 menit pada suhu ruangan | Sebanyak 5 ml |
c. | Amati warna yang terbentuk dan bandingkan dengan warna standard | Didapatkan contoh tersebut akan masuk dalam kelompok katul yang mana |

CARRIER
Carrier adalah bahan yang dapat dikonsumsi yang digunakan untuk memfasilitasi penambahan zat-zat mikro (micro nutrient) dalam ransum. Carrier dalam pembutan ransum digunakan berfungsi sebgai media pembawa suatu zat yang memiliki kandungan yang relatif kecil sehingga memudahkan dalam pencampuran sehingga ransum yang diperoleh dapat homogen. Carrier dapat berupa tepung. Adanya suatu carrier merupakan salah satu faktor terpenting dalam menyususn complete feed. Bila carrier tersebut berupa butiran-butiran yang umum digunakan dalam ransum, biasanya tidak ditemui banyak kesulitan karena butiran tersebut dapat dengan mudah bercampur dengan bahan akan yang lain sehingga distribusinya lebih merata. Cara penggilingan butiran yang akan digunakan sebagai carrier dapat mempengaruhi zat-zat mikro. Bila carrier tersebut terlalu kasar dapat menimbulkan penyebaran zat-zat mikro yang tidak merata, dan bila terlalu halus akan menimbulkan gumpalan. Pada umumnya zat-zat mikro dalam bentuk bubuk melekat dengan baik pada bagian-bagian carrier yang lebih tidak teratur bentuknya, dan tidak begitu baik pada permukaan licin (Anggorodi, 1995).
Pada pembuatan pakan ternak berbentuk pellet maka carrier yang digunakan berasal dari butir-butiran yang banyak mengandung karbohidrat yang pada umumnya mempunyai sifat yang dapat merekatkan bahan satu dengan bahan yang lain atau yang disebut binder. Pada pembuatan feed suplement berbentuk pil atau berbentuk pellet maka diperlukan carrier sebagai perekat yang berbentuk tepung, sehingga dalam proses pembuatan pil tersebut dapat dilakukan dengan sempurna. Bila carrier yang digunakan terlalu kasar ,maka akan menimbulkan penggunaan zat-zat mikro tidak merata (Anggorodi, 1995).
PULP
Pulp adalah sisa berpentuk pada (termasuk biji dan kulit, apabila ada) setelah ekstrasi sari dari buah, akar, atau tangkai (Hartadi dkk, 1991). Menurut Cullison (1975) dikenal ada pulp jeruk kering (dried citrus pulp) dan pulp bit kering (dried beet pulp). Dengan kata lain pulp adalah residu berbentuk padat dari hasil sisa pengolahan tanaman / buah-buahan setelah diambil sarinya. Pulp dibagi menjadi 2 yaitu sitrus pulp dan beet pulp, sitrus pulp merupakan hasil samping proses industri jeruk, biasanya terdiri dari sisa buah jeruk setelah sari jeruknya dikeluarkan dan terkadang juga termasuk buah jeruk yang tersortir. Sitrus pulp diberikan pada ternak kadang-kadang dalam bentuk segar, pada areal sekitar tempat pengolahan jeruk; namun biasanya dalam bentuk kering agar lebih awet sehingga dapat digunakan dalam waktu lama. Sitrus pulp telah lama digunakan untuk sapi perah, dapat juga untuk sapi potong, tapi tidak biasa diberikan pada ternak lainnya. Meskipun relatif tinggi serat kasamya, sitrus pulp energi pakannya baik; dan biasa digunakan lebih dari 20 - 25% dari ransum.
Beet pulp biasa digunkan pada ransum sapi perah, kadang pada kuda serta penggemukan sapi yaitu dengar proporsi pemberian tidak lebih dari 20%. Plup ini biasanya diproduksi dalam bentuk kering untuk memudahkan dalam penyimpanan dan pengangkutan serta penggunaanyapupp mempunyai peranan dalam pemberian pakan yatu :
a. Sifatnya yang Bulky, pulp digunakan untuk pengisi (pengganjal) pada saluran pencernaan, meranggsang motilitas saluran percernaan.
b. Meningkatkan selera makan pada ternak
c. Sebagai pakan sumber energi.
HYDRAULIC PROCESS
Hydraulic process adalah suatu metode untuk mengekstrasi lemak dari minyak biji-bijian dengan menggunakan sistem hidrolik atau pengepresan, hydraulic process ini merupakan suatu metode yang sudah kovensional. Dengan proses ini memungkinkan masih banyak sebagai sumber lemak pakan masih tersisa banyak. Hydraulic process pada prinsipnya tidak jauh berbeda dengan expeller process yang intinya adalah mengeluarkan cairan khususnya minyak dari biji-bijian. Saat ini sudah ada cara lain yang lebih baik dari pada cara mekanik yaitu dengan solvent process atau dengan cara melarutkan dengan bahan pelarut organik tertentu.
Mekanisme kerja hydraulic process adalah dengan menggunakan alat hidrolik untuk mengepres bahan yang hendak diambil minyaknya. Pengepresan memanfaatkan tenaga yang besar yang dihasilkan alat hidrolik. Biasanya alat hidrolik digerakkan dengan mesin maupun dengan listrik ada juga yang masih menggunakan tenaga manusia. Alat ini biasanya menggunakan media udara untuk digunakan sebagai pengisi dan menkonversikannya menjadi tenaga yang sangat besar untuk mengepres bahan pakan. Ada juga hidrolik yang menggunakan alat sederhana seperti dongkrak. Pembuatan minyak dengan cara yang sederhana ini adalah dengan cara memanaskan atau menggoreng tanpa minyak atau dengan pengeringan oven selanjutnya digiling lalu dilakukan pemerasan atau pengepresan dengan kekuatan dongkrak. Ekstrasi minyak yang berasal dari biji-bijian yang dilakukan pada industri rumah tangga yang meniru cara kerja dari hydraulic process ini secara kecil-kecilan biasanya dilakukan dengan sederhana.
Hydraulic process membutuhkan teknologi yang sederhana, tanpa memerlukan bahan kimia untuk memisahkan lemak sehingga biaya relatif murah,namun hasil yang didapatkan kurang optimal untuk memisahkan secara keseluruhan kandungan minyak pakan, masih banya minyak yang tersisa. Saat ini sudah ada cara lain yang lebih baik dari pada cara mekanik yaitu dengan solvent extracted atau dengan cara melarutkan. Solvent extracted adalah suatu cara untuk melepaskan minyak atau lemak kacang kedelai dan sebagian besar biji-bijian dengan cara melarutkan bahan tersebut kedalam larutan organik tertentu dan kemudian dilakukan penyaringan dan pemurnian minyak. Proses solvent proses ini masih banyak digunakan di negara-negara maju. Misalnya Amerika yang menghasilkan soybean oil (minyak kedelai), dalam proses ini kemudian dihasilkan soybean meal yang dapat juga digunakan sebagai pakan ternak.
*Review by Edi Prayitno S.Pt
DAFTAR PUSTAKA
Cullison, A.E. 1975. Feed and Feeding. Publishing Company, INC.
Srigandono, B. 1996. Kamus Istilah Peternakan. Edisi ke 2.
Solvent exstracted adalah metode ekstraksi minyak dengan cara melarutkan dengan menggunakan pelarut organik. Pada metode ini bahan yang hendak di ekstraksi seperti biji kedelai, kacang tanah dll. Terlebih dahulu dihilangkan kulitnya (dehulled) kemudian biji kedelai dimasak dengan suhu kurang lebih 75 oC selama 30 menit kemudian dilakukan pemipihan (flaking) dilanjutkan proses expanding untuk melumatkan biji kedelai menjadi berbentuk pasta dengan suhu 95-100 oC. Bubur atau pasta kedelai dilewatkan extractor dan dispay dengan pelarut N-hekxane teknis. Suhu ekstracing dilakukan 55-60 oC selama 15-20 menit atau berjalan dengan kontinyu. Diharapkan minyak yang terkandung dalam kedelai akan terlarut 100% dalam N-hexane. Metode tersebut pada awalnya dikembangkan di Jerman. Solvent exstracted merupakan suatu cara untuk melepaskan lemak atau minyak kacang kedelai, minyak kelapa dan sebagian besar biji-bijian.
Ada beberapa mekanisme ekstraksi yang digunakan. Di United States solvent extraction yaitu dengan menggunakan hexan sebagai pelarutnya. Hexane ditambahkan pada akhir proses ekstraksi. Proses ekstraksi ini dapat menghasilkan kandungan minyak sekitar 18-19% dari kedelai. Ekstraksi lemak dilakukan dengan cara yang sama dengan teknik penentuan kadar lemak kasar. Pada skala yang lebih besar, bahan pelarut yang digunakan pada umumnya adalah heksana, bukan menggunakan eter. Etanol dan isopropil alkohol dapat digunakan sebagai alternatif heksana, mengingat heksana merupakan materi yang sangat mudah terbakar dan biodegradabilitasnya rendah, beresiko menimbulkan penyakit dan menyebabkan pencemaran udara. Untuk menghasilkan ekstraksi lemak yang sempurma, sejumlah lemak harus ditambahkan.
Mengingat pada proses solvent extraction menggunakan pelarut organik yang dapat berupa hexane, maka baik produk minyak maupun produk samping berupa bungkil harus dimurnikan agar tidak mengandung hexane supaya dapat digunakan. Setelah proses extraksi pada produksi minyak biji kedelai, proses selanjutnya terbagi menjadi 2 proses penting, yaitu refining, untuk memurnikan soya oil dari hexane dan toasting, menguapkan atau mengambil larutan hexane yang terikut dalam soya bean meal produk samping. Soya oil yang didapatkan antara 17-19& dari kedelai yang diproses. Proses kedua juga untuk mematangkan soya bean meal agar dapat digunakan untuk bahan baku feedmill.
Bungkil dalam dunia peternakan digunakan sebagai bahan pakan sumber protein, sehingga solvent extracted sebagai alternatif dalam mengekstraksi minyak dapat dengan optimal untuk memidahkan minyak. Bungkil kelapa yang diekstraksi dengan pelarut organik (solvent extracted) lebih efisien dalam mengekstraksi minyak kelapa daripada proses expeller, karena solvent extracted menghasilkan bungkil kelapa yang lebih halus dan kandungan minyak yang lebih sedikit. Solvent extracted lebih baik dibanding teknik mekanik dalam menjaga kualitas nutrisi bahan pakan terutama protein. Hal tersebut disebabkan karena teknik pelarutan bahan pakan menggunakan suhu yang relatif rendah, sehingga proses denaturasi protein dapat dihindari. Untuk bijian yang mengandung lebih dari 35 % minyak, teknik solvent extracted perlu didahului expeller process, karena tidak memungkinkan untuk langsung menggunakan teknik solvent extracted.
*Review by Edi Prayitno, S.Pt
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi, R. 1985. Kemajuan Mutakhir dalam Ilmu Makanan Ternak Unggas. Universitas Indonesia. Jakarta.
Alamsyah. 2005. Pengolahan Pakan Ayam dan Ikan Secara Modern. Penerbit Penebar Swadaya,
Baize, John. 1999. Global soybean meal analysis project. Conducted for the Quality Committee of the United Soybean Board. John C. Baize and Associates,
Cullison, A.E. 1975. Feed and Feeding. Publishing Company, Inc.,
Murtidjo, B. A. 1995. Kamus Istilah Peternakan. Kanisius, Yogyakarta.
Pond, W. G., D. C. Church, dan K. R. Pond. 1995. Basic Animal Nutrition and Feeding. John Willey and Sons, NY.