Susu merupakan salah satu hasil produk hasil ternak yang komponennya sangat diperlukan bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia. Susu sebagai bahan pangan dapat berasal dari binatang baik dari golongan ruminansia seperti sapi, kambing, kerbau atau non ruminansia seperti kuda. Susu mengandung zat gizi yang tinggi, mudah untuk dicerna tetapi bersifat sangat mudah mengalami kerusakan (perishable food). Mudahnya rusaknya susu terutama oleh adanya aktivitas mikroorganisme perusak yang mendegrasi unsur gizi pada susu dikarenakan susu segar mengandung berbagai komponen yang diperlukan bagi tumbuhkembangnya mikroorganisme perusak, seperti kadar airnya yang tinggi, mempunyai kisaran pH yang sesuai bagi perkembengan mikrorganisme perusak dan kaya akan unsur-unsur nutrisi yang lain. Oleh karena itu perlu adanya cara penanganan dan pengolahan yang baik agar dapat diperoleh produk-produk olahan yang tetap terjaga kualitasnya, tahan lama dan dapat diterima oleh masyarakat.
Pada prinsipnya usaha untuk memperpanjang masa simpan susu segar hanya dapat digunakan untuk membatasi atau menghambat pertumbuhan mikrorganisme perusak sehingga usaha tersebut tetap mempunyai keterbatasan dalam mempertahankan kualitas susu segar.
Proses penanganan dan hal-hal yang diperlukan untuk mempertahankan kualitas susu segar adalah sebagai berikut :
1. Kondisi tenaga kerja pemerah susu harus dalam keadaan sehat, karena tenaga kerja yang sakit akan menjadi sumber kontaminsi pada susu segar. Demikian juga sapi yang diperah, sapi yang terkena serangan penyakit seperti mastitis susunya harus dipisahkan dan proses pemerahan dilakukan pada akhir proses pemerahan.
2. Sebelum proses pemerahan dilakukan, sapi dan kandang dibersihkan, sehingga tidak menjadi sumber kontaminan pada susu.
3. Semua peralatan pada proses pemerahan maupun proses berikutnya harus dalam keadaan yang bersih.
4. Segera setelah proses pemerahan susu selesai dilakukan, selanjutnya dilakukan penyaringan pada susu segar untuk memisahkan partikel asing pada susu dengan menggunakan kain bersih.
5. Susu hasil penyaringan segera didinginkan. Jika fasilitas pendinginan tidak tersedia, proses pendinginan dapat dilakukan dengan menempatkan milk can ke dalam suatu bak air. Proses pendinginan dilakukan sampai saat mobil pengangkut susu dari Koperasi Unit Desa atau Industri Pengolah Susu tiba.
Pendinginan dapat digunakan sebagai salah satu metode untuk menghambat laju pertumbuhan mikrorganisme perusak karena sebagian besar golongan bakteri ini memerlukan temperatur 15 oC sampai 40 oC untuk dapat tumbuh secara optimum.
Metode yang lain yang dapat dipergunakan untuk mempertahankan kualitas susu segar adalah dengan penambahan tiosianat dan hdrogen peroksida pada susu segar. Penggunaan tiosianat dan hidrogen peroksida merupakan salah satu upaya pengawetan susu segar yang aman dan efektif, karena dalam penerapannya memanfaatkan komponen alami yang terdapat dalam susu berupa enzim laktoperoksidase yang pada akhirnya disebut dengan lactoperoksidase-system (LP-system). Metode ini merupakan modifikasi pengaktifan enzim laktoperoksidase yang secara alami ada di dalam susu yang akan mengkatalis reaksi oksidasi tiosianat oleh hidrogen peroksida hingga menghasilkan asam hipotiosianat. Asam hipotiosianat ini tidat stabil pada pada susu netyral sehingga terdisosiasi menjadi ion hipotiosianat. Ion inilah yang berfungsi sebagai agen anti bakteri yang akan berikatan dengan gugus bebas sulfhidril bebas bakteri. Hal inilah yang menyebabkan penghambatan pertumbuhan dan perkembangan bakteri sehingga jumlah bakteri dalam susu segar dapat diminimalkan. (Banyuandhini, 2004). Penggunaan kedua senyawa ini sebaiknya dilakukan segera setelah proses pemerahan (0 – 2 jam), sehingga perkembangan bakteri perusak belum begitu banyak berkembang (Legowo, 2003).
Namun demikian aplikasi dari penggunaan kedua senyawa ini pada taraf peternak di negara kita yang mayoritas kepemilikan sapi dan tingkat pengetahuan yang rendah masih mengalami banyak kendala, yaitu pada pengaturan dosis yang aman. Disamping itu penggunaan kedua senyawa ini juga masih dipertanyakan terutama efek samping terhadap kesehatan.
Pada prinsipnya usaha untuk memperpanjang masa simpan susu segar hanya dapat digunakan untuk membatasi atau menghambat pertumbuhan mikrorganisme perusak sehingga usaha tersebut tetap mempunyai keterbatasan dalam mempertahankan kualitas susu segar.
Proses penanganan dan hal-hal yang diperlukan untuk mempertahankan kualitas susu segar adalah sebagai berikut :
1. Kondisi tenaga kerja pemerah susu harus dalam keadaan sehat, karena tenaga kerja yang sakit akan menjadi sumber kontaminsi pada susu segar. Demikian juga sapi yang diperah, sapi yang terkena serangan penyakit seperti mastitis susunya harus dipisahkan dan proses pemerahan dilakukan pada akhir proses pemerahan.
2. Sebelum proses pemerahan dilakukan, sapi dan kandang dibersihkan, sehingga tidak menjadi sumber kontaminan pada susu.
3. Semua peralatan pada proses pemerahan maupun proses berikutnya harus dalam keadaan yang bersih.
4. Segera setelah proses pemerahan susu selesai dilakukan, selanjutnya dilakukan penyaringan pada susu segar untuk memisahkan partikel asing pada susu dengan menggunakan kain bersih.
5. Susu hasil penyaringan segera didinginkan. Jika fasilitas pendinginan tidak tersedia, proses pendinginan dapat dilakukan dengan menempatkan milk can ke dalam suatu bak air. Proses pendinginan dilakukan sampai saat mobil pengangkut susu dari Koperasi Unit Desa atau Industri Pengolah Susu tiba.
Pendinginan dapat digunakan sebagai salah satu metode untuk menghambat laju pertumbuhan mikrorganisme perusak karena sebagian besar golongan bakteri ini memerlukan temperatur 15 oC sampai 40 oC untuk dapat tumbuh secara optimum.
Metode yang lain yang dapat dipergunakan untuk mempertahankan kualitas susu segar adalah dengan penambahan tiosianat dan hdrogen peroksida pada susu segar. Penggunaan tiosianat dan hidrogen peroksida merupakan salah satu upaya pengawetan susu segar yang aman dan efektif, karena dalam penerapannya memanfaatkan komponen alami yang terdapat dalam susu berupa enzim laktoperoksidase yang pada akhirnya disebut dengan lactoperoksidase-system (LP-system). Metode ini merupakan modifikasi pengaktifan enzim laktoperoksidase yang secara alami ada di dalam susu yang akan mengkatalis reaksi oksidasi tiosianat oleh hidrogen peroksida hingga menghasilkan asam hipotiosianat. Asam hipotiosianat ini tidat stabil pada pada susu netyral sehingga terdisosiasi menjadi ion hipotiosianat. Ion inilah yang berfungsi sebagai agen anti bakteri yang akan berikatan dengan gugus bebas sulfhidril bebas bakteri. Hal inilah yang menyebabkan penghambatan pertumbuhan dan perkembangan bakteri sehingga jumlah bakteri dalam susu segar dapat diminimalkan. (Banyuandhini, 2004). Penggunaan kedua senyawa ini sebaiknya dilakukan segera setelah proses pemerahan (0 – 2 jam), sehingga perkembangan bakteri perusak belum begitu banyak berkembang (Legowo, 2003).
Namun demikian aplikasi dari penggunaan kedua senyawa ini pada taraf peternak di negara kita yang mayoritas kepemilikan sapi dan tingkat pengetahuan yang rendah masih mengalami banyak kendala, yaitu pada pengaturan dosis yang aman. Disamping itu penggunaan kedua senyawa ini juga masih dipertanyakan terutama efek samping terhadap kesehatan.
Susu merupakan salah satu hasil produk hasil ternak yang komponennya sangat diperlukan bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia. Susu sebagai bahan pangan dapat berasal dari binatang baik dari golongan ruminansia seperti sapi, kambing, kerbau atau non ruminansia seperti kuda. Susu mengandung zat gizi yang tinggi, mudah untuk dicerna tetapi bersifat sangat mudah mengalami kerusakan (perishable food). Mudahnya rusaknya susu terutama oleh adanya aktivitas mikroorganisme perusak yang mendegrasi unsur gizi pada susu dikarenakan susu segar mengandung berbagai komponen yang diperlukan bagi tumbuhkembangnya mikroorganisme perusak, seperti kadar airnya yang tinggi, mempunyai kisaran pH yang sesuai bagi perkembengan mikrorganisme perusak dan kaya akan unsur-unsur nutrisi yang lain. Oleh karena itu perlu adanya cara penanganan dan pengolahan yang baik agar dapat diperoleh produk-produk olahan yang tetap terjaga kualitasnya, tahan lama dan dapat diterima oleh masyarakat.
Pada prinsipnya usaha untuk memperpanjang masa simpan susu segar hanya dapat digunakan untuk membatasi atau menghambat pertumbuhan mikrorganisme perusak sehingga usaha tersebut tetap mempunyai keterbatasan dalam mempertahankan kualitas susu segar.
Proses penanganan dan hal-hal yang diperlukan untuk mempertahankan kualitas susu segar adalah sebagai berikut :
1. Kondisi tenaga kerja pemerah susu harus dalam keadaan sehat, karena tenaga kerja yang sakit akan menjadi sumber kontaminsi pada susu segar. Demikian juga sapi yang diperah, sapi yang terkena serangan penyakit seperti mastitis susunya harus dipisahkan dan proses pemerahan dilakukan pada akhir proses pemerahan.
2. Sebelum proses pemerahan dilakukan, sapi dan kandang dibersihkan, sehingga tidak menjadi sumber kontaminan pada susu.
3. Semua peralatan pada proses pemerahan maupun proses berikutnya harus dalam keadaan yang bersih.
4. Segera setelah proses pemerahan susu selesai dilakukan, selanjutnya dilakukan penyaringan pada susu segar untuk memisahkan partikel asing pada susu dengan menggunakan kain bersih.
5. Susu hasil penyaringan segera didinginkan. Jika fasilitas pendinginan tidak tersedia, proses pendinginan dapat dilakukan dengan menempatkan milk can ke dalam suatu bak air. Proses pendinginan dilakukan sampai saat mobil pengangkut susu dari Koperasi Unit Desa atau Industri Pengolah Susu tiba.
Pendinginan dapat digunakan sebagai salah satu metode untuk menghambat laju pertumbuhan mikrorganisme perusak karena sebagian besar golongan bakteri ini memerlukan temperatur 15 oC sampai 40 oC untuk dapat tumbuh secara optimum.
Metode yang lain yang dapat dipergunakan untuk mempertahankan kualitas susu segar adalah dengan penambahan tiosianat dan hdrogen peroksida pada susu segar. Penggunaan tiosianat dan hidrogen peroksida merupakan salah satu upaya pengawetan susu segar yang aman dan efektif, karena dalam penerapannya memanfaatkan komponen alami yang terdapat dalam susu berupa enzim laktoperoksidase yang pada akhirnya disebut dengan lactoperoksidase-system (LP-system). Metode ini merupakan modifikasi pengaktifan enzim laktoperoksidase yang secara alami ada di dalam susu yang akan mengkatalis reaksi oksidasi tiosianat oleh hidrogen peroksida hingga menghasilkan asam hipotiosianat. Asam hipotiosianat ini tidat stabil pada pada susu netyral sehingga terdisosiasi menjadi ion hipotiosianat. Ion inilah yang berfungsi sebagai agen anti bakteri yang akan berikatan dengan gugus bebas sulfhidril bebas bakteri. Hal inilah yang menyebabkan penghambatan pertumbuhan dan perkembangan bakteri sehingga jumlah bakteri dalam susu segar dapat diminimalkan. (Banyuandhini, 2004). Penggunaan kedua senyawa ini sebaiknya dilakukan segera setelah proses pemerahan (0 – 2 jam), sehingga perkembangan bakteri perusak belum begitu banyak berkembang (Legowo, 2003).
Namun demikian aplikasi dari penggunaan kedua senyawa ini pada taraf peternak di negara kita yang mayoritas kepemilikan sapi dan tingkat pengetahuan yang rendah masih mengalami banyak kendala, yaitu pada pengaturan dosis yang aman. Disamping itu penggunaan kedua senyawa ini juga masih dipertanyakan terutama efek samping terhadap kesehatan.