Tampilkan postingan dengan label pengolahan hasil ternak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pengolahan hasil ternak. Tampilkan semua postingan

STRATEGI PENINGKATAN MUTU PRODUK/HASIL TERNAK KAMBING

ILMU TERNAK - www.ilmuternakkita.blogspot.com*

Hasil ternak merupakan bahan yang sangat mudah rusak sehingga perlu segera dilakukan penanganan. Berbagai teknologi penanganan/pengawetan dan pengolahan dapat meningkat kan kualitas dan nilai tambah produk. Teknik-teknik penanganan dan pengolahan hasil ternak diharapkan dapat mengamankan hasil produksi terhadap penurunan mutu agar dapat meningkatkan kualitas dan nilai tambah hasil ternak, baik dari segi bobot, bentuk fisik, rupa dan gizi maupun rasa, bebas dari jazat renik patogen serta residu bahan kimia, sehingga produk aman (food safety) dan dapat memenuhi persyaratan pasar dalam dan luar negeri serta agroindustri pengolahan.
Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan sesudah pemotongan. Faktor sebelum Peemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain, genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan termasuk bahan aditif.
Faktor setelah pemotongan adalah metode pelayuan, stimulasi listrik, metode pemasakan, pH karkas, bahan tambahan termasuk enzim pengempuk, hormon, lemak intra muskular atau marbling, metode penyimpanan dan preservasi, macam otot daging dan lokasi pada suatu otot daging. Menurut SOEPARNO (1994), marbling menjadikan daging empuk, karena marbling berperan sebagai bahan pelumas pada saat daging dikunyah dan ditelan, juga berpengaruh terhadap sari minyak (juiceness) dan aroma (flavor) daripada keempukan daging. Faktor kualitas daging yang dimakan terutama meliputi warna, keempukan dan tekstur, flavor dan aroma termasuk bau atau rasa, jus daging. Disamping itu lemak intramuskular, susut masak, retensi cairan, ph daging ikut menentukan kualitas daging. Salah satu penilaian mutu daging adalah sifat keempukan yang dapat dinyatakan dengan sifat mudah dikunyah (SOEPARNO, 1994). Kualitas dan komposisi susu dapat dikatakan sangat beragam tergantung pada beberapa faktor, antara lain bangsa, tingkat laktasi, pakan, interval pemerahan, temperatur dan umur. Susu harus memenuhi syaratsyarat kesehatan dan kebersihan, karena susu merupakan media yang paling baik bagi petumbuhan mikroba, selain itu susu mudah pecah dan rusak bila penanganannya kurang baik, sehingga masa simpannya selatif singkat. Parameter spesifik kualitas susu sangat ditentukan oleh, berat jenis/total solid, kadar lemak, protein, dan jumlah kuman. Disamping itu untuk menangani kelebihan produksi air susu, maka langkah yang paling tepat adalah dengan mengawetkan susu tersebut untuk memperpanjang masa simpannya. Sehubungan dengan itu maka strategi peningkatan produk hasil ternak kambing yang bermutu dan aman (food safety) hendaknya dilakukan melalui pemilihan bibit ternak yang unggul, pemberian pakan dengan mutu baik, tatalaksana pemeliharaan yang baik, pengendalian penyakit, teknologi pascapanen yang tepat guna, serta menerapkan prinsip-prinsip pengamanan sejak ditingkat produsen, perantara dan tingkat pemasaran selanjutnya sampai konsumen secara terarah dan berkesinambungan.

Sumber : Lokakarya Nasional Kambing Potong

TEKNOLOGI PASCAPANEN DAN TUNTUTAN KEAMANAN PANGAN

(ILMU TERNAK - www.ilmuternakkita.blogspot.com)*

Peningkatan produksi hasil peternakan yang sudah baik telah mendorong dan sekaligus merupakan tantangan dalam teknologi pascapanen/penanganan dan pengolahan hasilnya, sehingga produksi hasil ternak dapat dimanfaatkan secara optimal guna meningkatkan pendapatan peternak, meningkatkan gizi masyarakat, memperluas lapangan kerja, meningkatkan ekspor dan mengurangi impor serta memberikan dukungan yang kuat terhadap pembangunan (ABUBAKAR, 1994). Disamping produk utama (daging, susu), hasil ikutan dari ternak kambing seperti kulit dan tulang serta kotorannya juga mempunyai potensi yang besar dalam memberikan nilai tambah dari sub sektor peternakan. Sifat produksi hasil ternak yang mudah rusak dan kondisi lingkungan Indonesia dengan temperatur dan kelembaban yang cukup tinggi akan mempercepat proses kerusakan komoditi, maka untuk itu memerlukan penanganan pasca panen yang baik dan tepat sehingga mutu hasil ternak tetap terjaga dan aman dikonsumsi.

Menutut UU tentang pangan yaitu No.7 tahun 1996, pengertian keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda-benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Pada dasarnya keamanan pangan (food safety) merupakan hal yang komplek dan berkaitan erat dengan aspek toksisitas mikrobiologik, kimia, status gizi dan ketentraman batin. Masalah keamanan pangan ini kondisinya terus berkembang, bersifat dinamis seiring dengan berkembangnya peradaban manusia yang meliputi aspek sosial budaya, kesehatan, kemajuan Iptek dan segala yang terkait dengan kehidupan manusia. Untuk mendapatkan jaminan mutu dan keamanan hasil ternak sebagai bahan pangan, maka para pelaku yang terlibat dalam mata rantai penyediaan hasil ternak mulai dari produsen hingga konsumen akhir, perlu menyadari dan memahami tentang pentingnya mutu dan keamanan hasil ternak untuk meningkatkan daya saing pasar dalam maupun luar negeri pada era globalisasi, dan untuk memperoleh hasil ternak yang berkualitas dan aman perlu diterapkan upaya-upaya pengamanan di setiap mata rantai produksi dengan penerapan konsep Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP).

Konsep HACCP didefinisikan sebagai suatu metoda pendekatan kepada identifikasi dan penetapan “hazard” serta resiko yang ditimbulkan berkaitan dengan proses produksi, distribusi dan penggunaan makanan oleh konsumen dengan maksud untuk menetapkan pengawasannya sehingga diperoleh produk yang aman dan sehat. Pengertian “hazard” adalah merupakan titik kerawanan terhadap pencemaran baik yang sifatnya mikrobiologi, kimia maupun fisik yang secara potensial dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan. Critical Control Point (CCP) merupakan langkah atau prosedur dimana tindak pengawasan dilaksanakan untuk mengeliminasi, mencegah atau memperkecil “hazard” sampai pada tingkat yang tidak membahayakan. Dengan menitik beratkan pada pengawasan, faktor kunci yang dapat mempengaruhi keamanan dan kualitas pangan, maka petugas pengawas, produsen maupun konsumen dapat menjamin terhadap tingkat keamanan pangan (ANONIMOUS, 1994).

Prinsip pelaksanaan HACCP adalah, (1) mengidentifikasi “hazard” dan memperkirakan kemungkinan bahaya yang ditimbulkan (hazard analysis) pada mata rantai pangan serta menetapkan langkah-langkah pengendaliannya sampai pada tingkat yang tidak membahayakan. (2) menetapkan critical control point (CCP) atau titik tindak pengawasan yang diperlukan untuk pengendalian hazard. Ada dua tipe titik tindak pengawasan yaitu tindak yang dapat menjamin keamanan produk dan titik tindak yang hanya dapat memperkecil kemungkinan bahaya yang timbul akibat pencemaran. (3) menetapkan kriteria/ pengawasan yang menunjukkan pengawasan pada CCP yang ditetapkan tersebut telah berjalan sesuai prosedur. (4) menetapkan dan menerapkan prosedur untuk memonitor setiap CCP, misalnya, pemeriksaan, fisik/kimia, organoleptik, biologis dan pencacatan terhadap faktor-faktor penting lainnya yang diperlukan untuk kontrol. (5) menetapkan tindakan yang perlu diambil apabila ternyata menurut monitoring menunjukkan bahwa kriteria yang ditetapkan untuk mengawasi CCP tidak sebagaimana mestinya. (6) verifikasi kembali dengan menggunakan informasi pendukung dan pengujian untuk meyakinkan bahwa HACCP tersebut dapat dilaksanakan oleh bagian “Quality Controle” atau pihak lain sebagai unsur pengawas. (7) menetapkan cara pencatatan dan dokumentasi (ANONIMOUS, 1996).

Sumber : Lokakarya Nasional Kambing Potong

TEKNOLOGI PENGOLAHAN TULANG/TANDUK

(ILMU TERNAK - www.ilmuternakkita.blogspot.com)*

Kekurangan gizi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang paling umum dijumpai terutama di Negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Zat gizi yang mempunyai peranan penting dalam ubuh yaitu mineral zat besi, phospor dan kalsium. Karena kekurangan zat besi sangat besar pengaruhnya dalam proses terjadinya kekurangan gizi maka seringkali istilah anemia gizi diidentikkan dengan istilah anemia besi. Kekurangan besi adalah penyebab utama terjadinya anemia, yang menurut beberapa pakar gizi digambarkan sebagai suatu kondisi menurunnya jumlah sel darah merah, sehingga kadar hemoglobin dalam tubuh berada di bawah normal. Sumsum tulang yang berfungsi sebagai tempat pembentukan sel-sel darah merah diyakini mengandung Fe yang siap digunakan untuk pembentukan sel darah merah. Sumsum tulang sebelum digunakan terlebih dahulu ditentukan kadar Fe-nya. Metode yang digunakan ialah destruksi dengan menggunakan HCl yang kandungan Fe-nya diukur dengan spektrofotometer pada λ 460 nm dan Spektroskopi Absorpsi Atom (AAS) pada λ 248.3 nm. Dari hasil pengukuran tersebut menunjukkan bahwa kandungan Fe pada sumsum tulang dengan metode spektrofotometri sebesar 109 ppm (0.0109%), sedangkan dengan AAS sebesar 175.75 ppm (0.0176%) (ABUBAKAR, et al. 2004). Menurut ABUBAKAR dan HAERANI (2003), tulang juga mengandung kalsium, yang merupakan mineral yang sangat dibutuhkan oleh tubuh, khususnya bagi anak-anak dalam masa pertumbuhan, wanita hamil, dan orang tua. Kalsium banyak terdapat dalam tulang, oleh karena itu tulang kambing sebagai produk samping atau limbah dari pemotongan hewan ternak dapat digunakan sebagai suplemen kalsium.
Kadar kalsium tulang telah diukur dengan dua metode, yaitu metode permanganometri dan Spektroskopi Absorpsi Atom (AAS). Dari metode permanganometri diperoleh kadar kalsium tulang sebesar 1,56%, sedangkan dari metode AAS sebesar 18,45%. Rendemen tepung tulang terhadap tulang diperoleh sebesar 60,86% (b/b). Dari hasil uji kualitatif, tepung tulang mengandung klorida, kalsium, fosfat, magnesium, dan besi, sedangkan sulfat ditemukan dalam jumlah sangat kecil. Dari hasil uji proksimat, tepung tulang mempunyai kadar air sebesar 0,26%, kadar abu sebesar 48,55%, dan kadar lemak sebesar 2,34% (ABUBAKAR dan HAERANI, 2003).
Sumber : Lokakarya Nasional Kambing Potong


YAKULT

Susu fermentasi jenis ini berasal dari Jepang dan ditemukan oleh Dr. Shirota sejak tahun 1930. Yakult merupakan produk susu fermentasi dengan menggunakan starter tunggal yaitu Lactobacillus casei. Bakteri Lactobacillus casei berbentuk batang tunggal dengan golongan bakteri heterofermentatif, fakultatif, mesofilik, dan berukuran lebih kecil dari pada Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus acidophillus, dan Lactobacillus helveticus. Bakteri Lactobacillus casei akan merubah ribosa menjadi asam laktat dan asam asetat.

Manfaat konsumsi yakult :
1. Memperbaiki penyerapan kalsium pada usus
2. Melancarkan buang air besar
3. Penyerapan bahan karsinogenik
4. Mebunuh bakteri patogen dan bersifat anti tumor
5. Memberi efek menguntungkan pada usus halus dengan meningkatkan keseimbangan mikroorganisme dalam saluran pencernaan.


Protein yakult dua kali lebih mudah dicerna daripada protein susu. Untuk mencerna 70% protein yakult, hanya diperlukan waktu tiga jam. Hal ini lebih pendek dari waktu yang dibutuhkan untuk mencerna protein susu segar yaitu 6 jam.
Kelebihan inilah yang menjadikan yakult sangat berperan dalam pertumbuhan tubuh dan diyakini sangat berperan penting dalam rekondisi pasca sakit dan cenderung disukai konsumen (memiliki citarasa sedikit asam, agak manis, tidak menggumpal, berwarna cerah serta homogen) dibandingkan dengan macam susu fermentasi lainnya. Nilai gizi yakult yaitu protein 1,2%, lemak 0,1%, mineral 0,3%, karbohidrat 16,5%, air 81,9%, dan nilai kalori tiap 100 g.

Bahan :
1. Susu segar
2. Produk “yakult”
3. Larutan gula pasir

Alat :
1. Panci pemanas
2. Kompor
3. Termometer
4. Pengaduk
5. Botol kaca
6. Inkubator
Proses Pembuatan

1. Rebus susu segar sebanyak 1 liter sampai mendidih selama 60 detik.
2. Siapkan botol kaca, bersihkan dengan air dingin kemudian tutuplah ujung
botol. Agar botol tersebut steril, maka rebuslah botol tersebut dalam air
mendidih selama 60 detik.
3. Angkatlah botol tersebut dari air panas, kemudian keringkan tanpa membuka
tutup botol.
4. Masukkan susu yang telah direbus, ke dalam botol. Biarkan hingga suhu botol
dan susu tersebut kira-kira mencapai 45°C.
5. Masukkan 200 ml yakult ke dalam 1000 ml susu.
6. Tutup kembali botol tersebut, kemudian simpan dalam tempat tertutup dan
hindari sinar matahari secara langsung.
7. Setelah 24 jam, susu dalam botol telah berubah menjadi yakult.
8. Tambahkan gula (kira-kira 1 sendok makan per 200 ml yakult).
Yakult siap dikonsumsi.
Yakult akan lebih nikmat jika dikonsumsi dalam keadaan dingin

PENANGANAN SUSU

Susu merupakan salah satu hasil produk hasil ternak yang komponennya sangat diperlukan bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia. Susu sebagai bahan pangan dapat berasal dari binatang baik dari golongan ruminansia seperti sapi, kambing, kerbau atau non ruminansia seperti kuda. Susu mengandung zat gizi yang tinggi, mudah untuk dicerna tetapi bersifat sangat mudah mengalami kerusakan (perishable food). Mudahnya rusaknya susu terutama oleh adanya aktivitas mikroorganisme perusak yang mendegrasi unsur gizi pada susu dikarenakan susu segar mengandung berbagai komponen yang diperlukan bagi tumbuhkembangnya mikroorganisme perusak, seperti kadar airnya yang tinggi, mempunyai kisaran pH yang sesuai bagi perkembengan mikrorganisme perusak dan kaya akan unsur-unsur nutrisi yang lain. Oleh karena itu perlu adanya cara penanganan dan pengolahan yang baik agar dapat diperoleh produk-produk olahan yang tetap terjaga kualitasnya, tahan lama dan dapat diterima oleh masyarakat.
Pada prinsipnya usaha untuk memperpanjang masa simpan susu segar hanya dapat digunakan untuk membatasi atau menghambat pertumbuhan mikrorganisme perusak sehingga usaha tersebut tetap mempunyai keterbatasan dalam mempertahankan kualitas susu segar.
Proses penanganan dan hal-hal yang diperlukan untuk mempertahankan kualitas susu segar adalah sebagai berikut :
1. Kondisi tenaga kerja pemerah susu harus dalam keadaan sehat, karena tenaga kerja yang sakit akan menjadi sumber kontaminsi pada susu segar. Demikian juga sapi yang diperah, sapi yang terkena serangan penyakit seperti mastitis susunya harus dipisahkan dan proses pemerahan dilakukan pada akhir proses pemerahan.
2. Sebelum proses pemerahan dilakukan, sapi dan kandang dibersihkan, sehingga tidak menjadi sumber kontaminan pada susu.
3. Semua peralatan pada proses pemerahan maupun proses berikutnya harus dalam keadaan yang bersih.
4. Segera setelah proses pemerahan susu selesai dilakukan, selanjutnya dilakukan penyaringan pada susu segar untuk memisahkan partikel asing pada susu dengan menggunakan kain bersih.
5. Susu hasil penyaringan segera didinginkan. Jika fasilitas pendinginan tidak tersedia, proses pendinginan dapat dilakukan dengan menempatkan milk can ke dalam suatu bak air. Proses pendinginan dilakukan sampai saat mobil pengangkut susu dari Koperasi Unit Desa atau Industri Pengolah Susu tiba.
Pendinginan dapat digunakan sebagai salah satu metode untuk menghambat laju pertumbuhan mikrorganisme perusak karena sebagian besar golongan bakteri ini memerlukan temperatur 15 oC sampai 40 oC untuk dapat tumbuh secara optimum.
Metode yang lain yang dapat dipergunakan untuk mempertahankan kualitas susu segar adalah dengan penambahan tiosianat dan hdrogen peroksida pada susu segar. Penggunaan tiosianat dan hidrogen peroksida merupakan salah satu upaya pengawetan susu segar yang aman dan efektif, karena dalam penerapannya memanfaatkan komponen alami yang terdapat dalam susu berupa enzim laktoperoksidase yang pada akhirnya disebut dengan lactoperoksidase-system (LP-system). Metode ini merupakan modifikasi pengaktifan enzim laktoperoksidase yang secara alami ada di dalam susu yang akan mengkatalis reaksi oksidasi tiosianat oleh hidrogen peroksida hingga menghasilkan asam hipotiosianat. Asam hipotiosianat ini tidat stabil pada pada susu netyral sehingga terdisosiasi menjadi ion hipotiosianat. Ion inilah yang berfungsi sebagai agen anti bakteri yang akan berikatan dengan gugus bebas sulfhidril bebas bakteri. Hal inilah yang menyebabkan penghambatan pertumbuhan dan perkembangan bakteri sehingga jumlah bakteri dalam susu segar dapat diminimalkan. (Banyuandhini, 2004). Penggunaan kedua senyawa ini sebaiknya dilakukan segera setelah proses pemerahan (0 – 2 jam), sehingga perkembangan bakteri perusak belum begitu banyak berkembang (Legowo, 2003).
Namun demikian aplikasi dari penggunaan kedua senyawa ini pada taraf peternak di negara kita yang mayoritas kepemilikan sapi dan tingkat pengetahuan yang rendah masih mengalami banyak kendala, yaitu pada pengaturan dosis yang aman. Disamping itu penggunaan kedua senyawa ini juga masih dipertanyakan terutama efek samping terhadap kesehatan.

SUSU KENTAL MANIS

Susu kental manis adalah makanan yang diperoleh dengan menghilangkan sebagian air dari campuran susu dan pemanis nutritive yang dipergunakan cukup untuk mencegah pembusukan. Kadar gula dalam produk konsentrasinya antara 63,5 – 64% yang dibutuhkan untuk menekan pertumbuhan mikroorganisme.
Gula yang digunakan adalah sukrosa atau gula tebu. Fungsi gula selain sebagai pemanis juga pengawet yang bertujuan untuk mencegah pembusukan akibat mikroorganisme yang terdapat pada susu. Konsentrasi gula pada konsentrasi tertentu dapat menaikkan tekanan osmossis, sehingga menyebabkan dehidrasi sel mikroba . Gula yang digunakan dalam prioses produksi harus memenuhi standar yang ditetapkan untuk menjaga kualitas produk akhir.
Susu kental manis dapat dicampur dengan beberapa “essence” agar lebih enak. Beberapa “essence” yang dapat ditambahkan pada susu kental manis ini dapat berasal dari cita rasa buah-buahan, maupun cita rasa khas dalam produk makanan seperti coklat, mocca.
Selain penambahan gula, agar memperoleh citarasa yang lebih enak (dikenal dengan istilah “Milky” atau “Creamy”) maka dalam bahan baku perlu ditambah lemak. Lemak yang ditambahkan dapat berasal dari lemak nabati maupun hewani.
Usaha untuk meningkatkan kekentalan biasanya dilakukan dengan cara penambahan gula sukrosa (gula tebu). Untuk mencapai tingkat kekentalan yang baik, perlu ditambahkan gula sukrosa dalam jumlah yang cukup. Namun setelah kekentalan cukup, citarasa yang dihasilkan terasa terlalu manis. Citarasa terlalu manis ini dapat dieliminasi dengan substitusi gula sukrosa dengan gula laktosa. Laktosa dapat menaikkan menaikkan viskositas dari suatu bahan makanan dalam usaha memperbaiki tekstur tanpa menyebakan bahan makanan tersebut menjadi terlalu manis

Bahan
• Susu segar
• Gula
• Lemak
• Susu bubuk
• Laktosa

Alat
• Clarifier/penyaring
• Pengaduk
• Panci
• Kompor
• Homogenizer
plastik berfungsi untuk mengemas hasil produk.

Proses
Proses pengolahan susu kental manis mengalami beberapa tahapan yaitu penyaringan, standarisasi, pasteurisasi, homogenisasi, evaporasi atau penguapan kadar air dan pengemasan.

1. Mula-mula dilakukan penyaringan pada susu segar dengan menggunakan kain kasa yang mempunyai pori-pori erukuran kecil. Tujuan dilakukan penyaringan adalah untuk memisahkan susu dari bahan – bahan lain yang tidak diinginkan yang tercampur didalam susu dan untuk menghilangkan kotoran dari susu, tetapi secara material tidak mereduksi kandungan bakteri.
2. Standardisasi. Setelah susu segar disaring, perlu ditambahkan gula ke dalam susu dengan perbandingan antara gula dan susu segar adalah 40 : 60.
3. Pateurisasi. Kegiatan ini mempunyai tujuan untuk membunuh mikroba patogen serta menstabilkan susu terhadap pengentalan selama penyimpanan produk jadi, pasteurisasi dilakukan ada dua cara yaitu “ Holding Method ’’ memanaskan susu pada suhu 65 o C selama 30 menit dan “ High Temperatur Shor Ttime ’’ memanaskan susu pada suhu 71,7 o C dan 75 o C selama 15 – 16 detik.
4. Homogenisasi. Homogenisasi adalah suatu proses yang dilakukan untuk menyeragamkan ukuran globula – globula lemak besarnya 2 – 20 mikron agar mencegah pemisahan lemak pada proses selanjutnya dan menghindari terbentuknya lapisan krim yang terjadi bila susu didiamkan. Homogenisasi dapat dilakukan dengan melakukan pengadukan dengan kecepatan tinggi pada suhu yang tinggi pula. Homogenisasi secara sederhana, dapat dilakukan dengan menggunakan “mixer” atau “blender”. Susu yang telah siap dihomogenisasi, sebaiknya dijaga suhunya agar berkisar 50°C.
5. Evaporasi. Proses evaporasi susu dilakukan pada suhu sekitar 77o C. sampai mencapai rasio 2,5 : 1,0 yaitu 2,5 kg campuran susu dan gula di evaporasi menjadi 1 pon., evaporasi dilakukan terus menerus sampai total bahan kering susu yang diinginkan tercapai.
6. Pendinginan dan kristalisasi. Setelah proses evaporasi kemudian susu di dinginkan secepatnya pada suhu 26 – 30o C. Proses pendinginan secara cepat tersebut bertujuan untuk membentuk larutan jenuh dan bebas kristalisasi lakotasa. Jika tidak dilakukan pendinginan secara cepat, biasanya akan terbentuk inti laktosa. Inti laktosa ini akan tumbuh menjadi kristal yang berukuran makroskopis yang cukup keras dan terasa kasar yang akan menimbulkan rasa sepeti pasir yang dapat mengurangi mutu produk susu
7. Pengemasan. Susu kental manis harus di bungkus dalam wadah utama misalkan kaleng, kemudian bila diperlukan baru di pak dalam wadah kedua yang biasanya ditujukan untuk memudahkan pengangkutan dan wadah utama harus bersifat non toksik dan inert sehingga tidak terjadi reaksi kimia yang dapat menyebabkan perubaha warna, plafor dan perubahan – perubahan lain. Susu kental manis biasanya dikemas dalam kaleng steril yang berisi 350 – 400 gram.


PASTEURISASI

Pasteurisasi merupakan upaya untuk memperpanjang masa simpan susu, terutama untuk membunuh bakteri patogen yang berbahaya bagi manusia yang mengkonsumsinya. Pasteurisasi memberi cita rasa yang menarik serta menginaktifkan fosfatase dan katalase yaitu enzim-enzim yang membuat susu cepat rusak. Pasteurisasi adalah proses pemanasan bahan makanan, biasanya berbentuk cairan dengan waktu dan temperatur tertentu dan didinginkan secepatnya.
Proses pengolahan susu pasteurisasi bertujuan untuk :
1. Memperoleh produk yang beraneka ragam, berkualitas tinggi dan bergizi tinggi
2. Memperpanjang daya simpan produk
3. Mempermudah transportasi dan pemasaran
4. Meningkatkan nilai tukar secara ekonomis dan daya guna bahan mentah.
Proses pasteurisasi hampir tidak menyebabkan perubahan flavour dan komposisi produk. Menurut Gaman dan Sherrington (1994) Pasteurisasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
1. “ Holding Method” Susu dipanaskan pada suhu 62.,8 – 65,6 oC selama minimal 30 menit dan didinginkan dengan cepat pada suhu 100C.
2. “High Temperatur Short time” (HTST). Susu dipanaskan pada suhu 71,70C selama minimal 15 detik dan didinginkan dengan segera pada suhu 100C
Proses pasteurisasi susu secara sederhana dapat dilakukan dengan memanaskan susu pada suatu wadah panci sambil terus diaduk. Sumber pemanas menggunakan kompor minyak tanah ataupun kompor gas. Kontrol suhu dilakukan dengan menggunakan termometer dan pengaturan besarnya api. Proses pasteurisasi susu yang dilakukan oleh industri pengolah susu di negara kita biasanya dilakukan pada kisaran suhu yang lebih tinggi dengan pertimbangan kualitas susu segar yang diproduksi para peternak di negara kita kualitasnya lebih rendah terutama pada jumlah awal bakteri pada susu segar yang lebih tinggi bila dibanding susu segar di negara-negara maju.
Tahap-tahap pembuatan susu pasteurisasi secara modern :
Proses pembuatan susu pasteurisasi terdiri dari beberapa tahap dan setiap tahap mempuyai tujuan tertentu yaitu mendapatkan produk yang berkualitas. Biasanya di setiap tahap selalu diikuti kontrol terhadap uji kualitas. Hal ini untuk menghindari adanya pencemaran atau tambahan bahan asing di dalam susu dan menghindari produk dengan kualitas di bawah standar mutu. Adapun tahap-tahap pengolahannya meliputi : penerimaan bahan baku, pendinginan, pemanasan awal, separasi, homogenisasi I, pemanasan II, pendinginan II dan homogenisasi II.
Tahap penerimaan. Susu dikirim melalui truk tangki dialirkan ke bak penampungan. Pada tahap penerimaan, susu diterima setelah terlebih dahulu diperiksa secara fisik dan kimia. Pemeriksaan fisik meliputi warna, rasa dan bau, sedangkan untuk uji kimia meliputi uji pH, uji alkohol, uji lemak, uji berat jenis dan uji mikrobiologi.
Tahap pendinginan. Susu dari tangki penampungan langsung dialirkan ke “plate cooler” untuk mendinginkan susu sampai suhu 4 0C. Setelah itu dilanjutkan ke tahap pemanasan awal.
Tahap pemanasan awal . Pada tahap pemanasan awal yaitu susu dialirkan ke alat utama proses pasteurisasi yaitu “ Plate Heat Exchanger “ (PHE) untuk memanaskan susu sehingga mencapai suhu 55 0C. Setelah proses pemanasan awal dilanjutkan dengan proses separasi.
Proses separasi. Susu dimasukkan alat yang dinamakan separator yang berfungsi untuk memisahkan lemak dan skim pada susu. Kemudian dilanjutkan dengan ke homogenisasi I yang bertujuan untuk mengecilkan dan menyeragamkan globula-globula lemak sehingga berukuran kurang dari 2 mikron.
Tahap Pemanasan II. Proses pemanasan ke-2 bertujuan untuk mengevaluasi berhasil tidaknya proses pasteurisasi. Pemanasan pada tahap ini menggunakan suhu 90oC selama 15 detik. Pada proses pengolahan susu pasteurisasi sebagian bakteri dalam bentuk vegetatif akan mati pada suhu 82 – 94 oC.
Pendinginan Susu. Pendinginan susu dilakukan hingga suhu mencapai 4oC dan disimpan pada tangki penyimpanan, setelah itu dilanjutkan ke tahap homogenisasi II yaitu proses pencampuran bahan tambahan dan aroma.
Pengemasan. Prinsip pengemasan adalah mencegah dan mengurangi kerusakan, melindungi dari pencemaran dan gangguan fisik, memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan dan distribusi, serta sebagai daya tarik bagi pembeli.. Bahan pengemas yang bisa digunakan misalnya kertas yang dilapisi dengan lilin, damar, plastik, atau aluminium untuk mencegah keluar masuknya gas atau uap air.

Pembuatan Keju

Susu dapat diolah menjadi berbagai produk olahan susu antara lain sebagai keju. Produk keju dibuat dengan cara mengkoagulasikan kasein susu dengan menggunakan enzim / dengan meningkatkan keasaman susu melalui fermentasi asam laktat / dengan kombinasi kedua teknik. Salah satu jenis keju yang tergolong sebagai keju bertekstur lunak adalah keju “Cottage”.
Keju “Cottage” pada umumnya dibuat dengan mengasamkan susu, rekonstitusi konsentrat susu skim dengan menggunakan starter atau dengan kombinasi starter dan rennet. Sumber susu yang lazim digunakan sebagai bahan baku pembuatan “Cottage” adalah susu sapi
Alat
1. Freezer
2. Inkubator
3. Eppendorf
4. Vortek
5. Alat pasteurisasi
Bahan :
1. Susu
2. Rennet (yang di isolasi dari abomasum domba)
3. Kultur starter Streptococcus lactis
4. CaCl2
5. Garam (NaCl)
Bahan pembuatan kultur kerja dan pengembangbiakan starter
1. de Man Rogosa Sharpe (MRS) broth
2. Jus tomat
3. Pepton
4. Gliserol

Ekstraksi rennet
Rennet di ekstrak dari abomasum anak domba yang berumur 5 bulan. Abomasum dipotong kecil-kecil, kemudian ditambahkan bufer asetat sebanyak kurang lebih 5 kali bobot abomasum. Campuran tersebut diaduk selama 12 jam pada kondisi dingin. Setelah diaduk kemudian dilakukan penyaringan dengan kain kasa steril. Rennet yang dihasilkan kemudian disimpan dalam “freezer”.

Pembuatan Kultur Stok Bakteri Streptococcus lactis
Isolat starter dari ampul ditetesi NaCl fisiologis (0,9%) dan dilakukan homogenisasi. Starter dimasukkan dalam “MRS broth” yang sudah ditambah dengan 15% jus tomat steril, kemudian diinkubasi selama 48 jam dengan suhu 370C. Setelah diinkubasi, starter disentrifus (3500 rpm, 10 menit) untuk selanjutnya, ditambah dengan pepton 0,1% sebanyak 3-5 ml, dan disentrifus lagi untuk memisahkan cairannya. Selanjutnya padatan starter ditambah gliserol 20% dan susu skim 10% (1:1) dan starter yang sudah jadi dimasukkan dalam “eppendorf”.

Pembuatan Kultur Kerja
Stok dari “eppendorf “sebanyak 1 cuplikan dengan menggunakan ose, kemudian dimasukkan kedalam 5 ml MRS broth kemudian diinkubasi 370C selama 48 jam. Setelah itu, campuran tersebut disentrifus (3500 rpm, 10 menit). ”MRS broth” dibuang kemudian ditambah susu skim cair 10% sebanyak 5 ml dan diaduk dengan “vortek” kurang lebih selama 30 detik. Setelah tercampur dimasukkan dalam “MRS broth” 5 ml, kemudian diinkubasi 8 jam dengan suhu 370C dan kultur kerja siap digunakan.

Pembuatan Keju “Cottage”
Pembuatan keju “Cottage” dengan bahan dasar kombinasi susu sapi dan susu kambing terdiri dari 5 perlakuan, yaitu: T0 (100% skim susu sapi dan 0% susu kambing), T1 (75% skim susu sapi dan 25% susu kambing), T2 (50% skim susu sapi dan 50% susu kambing), T3 (25% skim susu sapi dan 75% susu kambing), dan T4 (100% susu kambing)

PENYARINGAN SUSU

Perlakuan penyaringan susu segar diperlukan untuk memisahkan susu segar dari partikel-partikel asing, seperti : rambut, pasir, dan kotoran lain yang masuk ke alat penampung susu pada saat pemerahan, dari peralatan yang digunakan pada saat pemerahan susu ataupun dari tenaga kerja pemerah susu sendiri.
Secara sederhana penyaringan susu dapat dilakukan dengan menggunakan saringan, yang berupa kain berwarna putih dan dalam keadaan yang bersih. Susu dituangkan dari suatu wadah ke wadah yang lain dan kain penyaring diletakkan dimulut corong yang ditujukan ke wadah penampung susu.
Proses penyaringan secara modern dilakukan dengan cara sentrifugasi. Dengan teknik ini akan dapat memisahkan partikel asing pada susu segar. Alat yang digunakan untuk proses ini disebut klarifier (clarifier). Alat ini bekerja berdasarkan pada pengambilan bahan padat dengan metode sentrifugasi dari bahan cair yang mempunyai densitas lebih rendah. Klarifikasi biasanya dilakukan di evaporator sesaat sebelum susu mengalami proses evaporasi. Keuntungan dari adanya proses klarifikasi adalah menghindarkan adanya cemaran fisik seperti butiran pasir, kerikil, potongan kayu dan bahan lain yang memungkinkan menimbulkan bahaya fisik (physical hazard) bagi konsumen. Secara garis besar, klarifikasi merupakan proses penyaringan susu dari bahan cemaran bahan padat yang ada di dalamnya. (Widodo, 2003).

Usaha sampingan inspiratif